Pages - Menu

Sunday, February 10, 2013

Desentralisasi Kewenangan. DI NTB


DPD RI KE NTB (PROF. DR. FAROUK MUHAMMAD BERBICARA, BPN MENJAWAB, DAN  MASYARAKAT NTB BENGONG)
Beberapa waktu yang lalu Anggota DPD RI/ Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia datang berkunjung ke Mataram. Dalam kesempatan ini, salah satu delegasi anggota DPD RI yakni Prof. Dr. Farouk Muhammad menyempatakan kesibukannya guna untuk mengunjung, bersilaturrahmi sekaligus merealisasikan salah tugas kewajibanya sebagai anggota dewan. Dalam momentum ini ada beberapa hal yang kelihatanya nampak menaraik dan serius bagi pihak yang terlibat, yakni antara Bapak Prof. Farouk dengan sejumlah anggota Kepala Daerah dan Intasi NTB.  Melihat dari konten pertemuan yang berlangsung setengah hari itu, sangat effektif dan kondusif. Namun satu sisi pertemuan ini menimbulkan pertanyaan dan beragam asusumsi baik yang langsung dilontarkan oleh anggota atau peserta (delegasi) dalam rapat/meeting singkat itu. Dari beberapa asuumsi dan pertanyaan sempat terjadi bargaining/tawar menawar, disebabkan dari isi penyampaian atau kata sambutan dari anggota DPD RI (Prof. Dr. Farouk Muhammad) terlalu singkat.
Dialog yang berjalan dan memakan waktu sekitar 4 jam ini berlangsung effektif, namun satu sisi banyak hal yang sebenarnya disesalkan. Maksud disesalkan ialah disebabkan dalam acara kujungan anggota DPD RI kali dan pertama kalinya ini, yang terlaksana dalam bingkaian kegiatan FGD (Focus Group Discussion) tidak terlaksana serentak. Nampaknya dalam agenda ini ada yang kurang. Jauh sebelumnya Pemerintah Daerah dan Kabupaten se NTB telah dilayangkan surat undangan. Namun setelah hari tiba banyak jajaran pemerintah tidak hadir. Ketidakhadiran delegesai dari pemerintah  baik itu Provinsi  mauupun Pemerintah Kabupaten,  lebih-lebih Pemerintah Kabupaten Lombok Timur satu orang pun tidak ada yang nongol alias  ketinggalan informasi. Jelas bila ketinggalan informasi maka, kesempatan juga lebur bagi Pemerintah Kabupaten Lombok Timur. Hal ini kita secara tidak langsung sangat disesalkan, dan bisa kita katakan Pemerintah Kabupaten Lombok Timur sangat sibuk-sibuk.  Penulis katan Pemerintah Kabupaten itu lebih sibuk bila dibandingkan dengan Pemerintah Pusat, dalam hal pemerintah yang tergabung dalam DPD RI itu sendiri.
Niat baik  dan bersedianya Prof. Dr Farouk Muhammad (Anggota DPD RI/MPR RI) datang ke NTB dalam agenda melihat kinerja sekaligus pemberian arahan kepada Pemerintah Pusat Daerah  Provinsi dan Kapupaten disambut dengan setengah hati. Tepatnya kunjungan Anggota DPD RI yakni pada hari selasa, tanggal 5 Februari 2013 di Hotel Grand Legi Mataram. Sebagian Pemerintah Pusat Daerah NTB dan instansi terkait lainya hadir dalam kesempatan ini. Namun bila kembali pada ulasan awal tulisan penulis di atas nampaknya terjadi kepincangan diskusi. Kepincangan yang dimaksud adalah bisanya dan anehnya adala kalangan Pemerintah Pusat Daerh, Kabupaten tidak hadir. Ketidakhadiran Pemerintah Kabupaten khususnya Pemerintah Kabupaten Lombok Timur sendiri, menjadi warna tersendiri bagi Pemerintah Kabupaten Lombok Timur di mata Pemerintah Pusat lebih-lebih di mata masyarakat luas umumnya. Apakah ketidakhadiran pemerintah pada momen ini disebakan ada kendala yang sangat krusial atau tidak ada anggota jajaran  Pemerintah Kabupaten yang bisa di delegasikan. Samapai-sampai konfirmasi baik lewat via telephon pun tak kunjung. Padahal acara yang berlangsung dan sebagai native speakernya ialah Anggota DPD RI atau Pemerintah Pusat.  Focus Group Discussion yang disingkat FGD  salah fasilitas untuk mengakomodir insiparasi masyrakat NTB. Namun dalam peraktik kerja sering terjadi ketidaklengkapan atau tidak menyeluruh, baik yang disebabkan oleh hal internal maupun eksternal dari pemerintah itu sendiri.
Informasi pentingya kedatangan Anggota DPD RI ke NTB kali ini, yakni membawa dua poin penting. Adapun poin penting ialah dalam kunjiungan DPD RI mau melihat system dan kinerja Pemerintah Pusat dan Kabupaten NTB sendiri. Kunjungan kinerja yang dipantau melaui analisis dan evaluasi Pemerintah Daerah NTB dimana Pmerintah Pusat (DPD RI) datang untuk memantau bagaimana kinerja dan pelaksanan masing-masing kewenangan yang dimilki oleh Pemerintah Pusat Daerah NTB. Pemantauan kinerja kali ini, pemerintah pusat menyorot  tentang Pengawasan Dan Pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah Dan Pengawasan UU No. 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaanm Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Sosialisasi dan pemantaun kali ini, Anggota DPD RI mau melihat sejauh mana tingkat pemahaman dan reliasasi Undang-Undang tersebut di daerah NTB. Melihat pembangun yang ada di NTB hari ini sangat boombastis dan bersaing ketat. Hal ini membuat terkadang pemerintah atau instansi yang terkait dan yang memiliki kewenagnan megurus itu merasa kesulitan yakni pihak BPN (Provinsi NTB) sendiri.  Kesulitan yang Nampak dalam hal ini marak terjadinya calok-calok atau okenum yang tidak bertanggung jawab. Dalam aksinya memperjual belikan status hukum tanah dan pembangun  baik yang bersetatu kepentingan umum bahkan sampai keranah status personalitas (personality own).
Di lapangan sering terjadi kontradiksi bargaining antara  pemerintah dengan masyarakat disebabkan kurang berjalanyan sosilaisasi yang baik. Sosilaisasi yang kurang baik dari Pemerintah Pusat Daerah, mejadi salah satu ,momentum bagi calok-calok untuk bermain peta umpet di tengan-tengah masyrakat, sehingga masyarakat hanya bisa meng-ya-kan atas permaianan calok-calok itu  sendiri, disebabkan masyarakat tidak tahu tentang peraturan atau Undang-Undan yang ada. Akibat dari permainan ini, jelas nemicu lembaran uang ujung dan arahnya tidak jelas. Black business (bisnis gelap) antara msyarakat dengan calok pun tidak terbendungkan. Dan hal ini pernah terjadi baik di Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Utara, Lombok Barat, dan Lebih-Lebih di Daerah Kabupaten Lombok Timur.  Ujung dari semua perbutan yag tidak jelas dan tidak bertanggung jawab sehingga dapat merugikan dan mensengsarakan masyarakat, hingga ke level Negara sekalipun.  Dari undang-undang yang baru tahun 2012 juga bersifat sentralisasi dan jelas lambat laun berakibat Desentralisasi Kewenangan. Jika hal ini berlanjut akankah Otonomi Daerah NTB sesuai dengan Harapan Masyarakat Nusa Tenggara Barat. 
Oleh : Sumerah (Mahasiswa IAIN Mataram, 2013)

No comments:

Post a Comment