Pages - Menu

Saturday, April 20, 2013

Politik Buruk Mahasiswa IAIN Mataram



“PERGOLAKAN KONFIGURASI POLITIK  BURUK MAHASISWA IAIN MATARAM (POLITIK KUNING..?)” By SUMERAH (ESC+HMI)
IAIN Mataram adalah salah satu Perguruan Tinggi yang kita kenal dengan sebutan Institute Agama Islam Negeri terkemuka di kawasan ASIA Timur. Namun yang menjadi pertanyaan besar adalah apa yang membuat dia unggul? apaknya yang unggul? lalu siapa? yang unggul sebenarnya atau seutuhnya. Namun belakangan ini di kalangan internal IAIN Mataram terjadi begitu banyak dan variatif dinamika kampus mulai dari hal yang buruk sampai hal kabar baik lengkap semua. IAIN Mataram memiliki ribuan mahasiswa namun antara ribuan mahasiswa terkadang ada yang menjadi setengah mahasiswa. Namun ada baiknya mahasiswa, civitas akademika, dan masyarakat harus berani membuka mata, hati dan deliberasi (pertimbangan yang matang) tentang eksistensi IAIN Mataram sendiri. Dengan kita mau dan berani membuka wawasan baru maka kita akan tahu bagaimana IAIN sebenarnya, mungkin IAIN tidak semulus seperti yang kita liat, dan begitupula sebaliknya IAIN mungkin tidak sejelek (su’uzon) seperti yang kita kirakan. Namun menjadi hal yang wajar bila kita memiliki dua kaca mata ini, karena tidak ada jaminan label islam bisa memasukan kita ke surga, dan tidak bisa kita anggap kuliah di IAIN bisa menjadi guru agama yang handal, namun bisa juga menjadi seperti di luar nalar.
Namun dalam tulisan ini, penulis hanya ingin menyinggung masalah bagaimana konfigurasi politik mahasiswa di IAIN Mataram. Apakah selama ini mahasiswa tunduk terhadap aturan lembaga atau institute, atau mahasiswa sendiri yang membuat atauran bahkan mengatur orang-orang ada di lembaga tersebut. Untuk menjawab ini tidak lain dan tiada bukan IAIN harus berani teransparansi. Penyakit terbesar yang sampai mematikan manusia-manusia yang ada  dalam lembaga, instansi, perusahan hingga keranah yang kecil seperti organisasi disebabkan penyakit setruk (tidak teransparansi). Apakah penyakit ini masih ada di IAIN Mataram? saya jawab 100% masih ada, lebih-lebih dalam kalangan mahasiswa IAIN itu sendiri, lalu siapakah mahasiswa tersebut? berdasrkan informasi, fakta dan realita mahasiswa tersebut adalah “mahasiswa golongan kuning atau politik kuning.” Lalu apakah ini wajar di IAIN Mataram, tentu semua orang akan mengatakan keadaan dan hal tersebut tidak etis sama sekali. Sehingga timbul pertanyaan lagi apakah yang membuat tradisi yang jelek tersebut masih tetep di budidayakan di linngkungan IAIN Mataram? sejauh mana IAIN mengajarkan kebaikan dalam pembelajaran, pengorganisasian terhadap mahasiswanya, sudah optimal tidak, namun bisa disimpulkan bahwa berdasarkan dinamika politik mahasiswa IAIN mataram pengajaran belum tuntas. Ketidak-tuntasan dan ketidak-optimalkan disebabkan oleh berbagaimacam masalah, yang Pertama: disebabkan oleh oknum tertentu (golongan mahsiswa sendiri), golongan mahasiswa disini mereka membuat suatu kelompok gerakan yang terbingkai dalam oragnisasi ekstra kampus dengan dokterin yang ekstreme serta memiliki goals atau tujuan memperkuat, menghidupi, membesarkan, mempertajam kelompoknya sendiri secara terus-menerus (kontinuitas), dengan cara apapun tanpa menghiraukan aturan dan norma-norma yang hidup dan berkembang di IAIN Mataram itu sendiri. Kedua: tidak ada ketegasan dan keberanian pihak dari lembaga sendiri, sebenarnya segala sesuatu itu bisa diatur oleh lembaga apalagi mahsiswa sendiri. Namun yang menjadi pertanyaan kita hari ini ialah apakah justeru sebaliknya mahasiswa yang mengatur lembaga? modus atau indikator ini bisa kita liat hari ini para pejabat yang berwenang sepertinya setengah hati, setengah berani ngatur, dan setengahnya lagi tidak berani dengan salah satu statement yang dilontarkan oleh salah seorang pejabat dalam bidang kemahasiswaan, yang menjadi kendalanya adalah “takut ancaman diluar”. Dan ada okenum tertentu yang mencoba melakukan “kong-kali kong” dalam peraktik dilapngan sering terjadi negosisasi tersembunyi, dalam melakukan praktik ini sering dan terkadang melibatkan banyak pihak, adapun tujuan dari kong-kali kong ini hanya untuk mendapat sesuatu saja tanpa kiranya melihat apa efeksnya sehingga terlihat sekali melakukan tindakan mengabaikan aturan dan cuek terhadapat nilai-nilai yang ada dalam lingkungan.
Lalu dimana letak kewenangan yang seharusnya diemban dan direalisasikan buat keharmonisan lingkunagn IAIN sendiri. Pentingkah kita pertahankan seperti statement diatas, jika tidak penting dan akan merusak citra IAIN secara internal dan ekternal lebih baik orang-orang, oraginsasi, mahasiswa yang nakal, tidak patuh, sulit diatur, anarkis, mementingkan golongan sendiri, tidak transparansi, tidak demokratis, kuliah-kuliahan sebaiknya alternatifnya ialah membuang jauh-jauh mereka-mereka yang memiliki sifat dan perilaku di kalangan civitas akademika IAIN mataram. Apakah hal ini IAIN mataram berani melakukan tindakan jika berani harus ada bukti yang kongkret jika memiliki bukti yang kongkret lalu manakah hal itu?, dan jika benar hal itu ada sebesar apa dia?, namun selama ini belum ada bukti yang otentik bahwa lembaga sudah 100% berusaha meminimalisir oknum-oknum nakal tersebut. Bisa kita simpulkan IAIN Mataram sampai hari ini masih senang membina, memelihara, mengembangkan, melanjutkan visi dan misi gerakan oknum yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, buktinya setiap ada pemilihan BEM, HMJ, dan ranah-ranah lainya yang selalu mendominasi dan menghegemoni ialah kubu-kubu tertentu seperti kelompok pergerakan politik kuning atau Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), ini sudah tidak asing lagi di lingkungan IAIN Mataram bahkan pada sekup yang lebih luas tataran nasional. Kalau model mahasiswa, kader, organisasi, kelompok bahkan penjabat seperti ini dipertahankan dan dipelihara dilingkungan maka tinggal tunggu waktu dan siap-siap akan terjadi dinamika “kehancuran dahsyat” terhadap lingkungan, lembaga dan orang-orang yang ada dalam lembaga atau instansi tersebut juga akan terbawa dan terseret dengan arus kehancuran itu.
Dari entitas konfigurasi politik buruk (kalangan mahasiswa) IAIN Mataram, akan melahirkan wajah yang berbeda-beda. adapun warna-warna   benih yang akan tumbuh di IAIN Mataram berikut ini: Pertama, akan melahirkan watak manusia yang anarkis, bagaimanpun tidak dalam peroses pengkaderan dalam gerakan kelompok yang satu ini selalu dibalut dan dibungkus dengan nilai-nilai dan norma-norma kekerasan. Jangan heran jika dilapangan mahsiswa IAIN tertentu bukan prestasinya yang dikenal akan tetapi mahsiswa IAIN Mataram dikenal mahsiswa pendemo anarkis demi mendapatkan uang rokok dan uang makan. Kedua, akan tumbuh dan berkembang sikap dan sifat mahasiswa yang radikal, liberal tidak berimbang yang dimaksud dengan mahsiswa yang radikal dan liberal tidak berimbang ialah ketidakselarasan, dan ketidaksejalan antara ilmu, otak dengan perbuatanya, nah ini seringkali menimbulkan hal-hal yang tidak di inginkan dan sikap ini kerap dekat dengan konflik-konflik yang beragam. Ketiga, munculnya kaum-kaum atau kaula muda (mahasiswa) yang tidak rasional, bila dalam berbuat tanpa sebelumnya memiliki planning, deliberasi, choice, dan expectation values maka wajar hasilnya tidak ada mamfaatnya sama-sekali, inilah salah satu wajah masih terus berkembang biak dilingkungan kampus putih IAIN mataram hari ini, akan sangat merugikan masyarakat dan lebih tinggi lagi Negara akan hancur bila kita masih memproduksi generasi sejenis ini, Ke-empat mencetuskan calon sarjana gagal. Statement ini dapat dibuktikan tentu melalui berbagai sumber dan perbandingan, adpun sumber dan perbandingan yang dimaksud ialah, kita harus melihat dari segala arah dan sisi dengan melihat saecara komprehenshif  artinya disni dengan kita keluarkan sebuah pernyataan bukan sok tahu (appriory), bukan suuzon, bukan menuduh tidak pula men-justice tanpa bukti atau keadaan tertentu kalau penulis bahasakan atau qiyaskan masalah ini jelas ia punya locus delicty dan tidak berlaku atau azas presumption of innocence sudah terjawab duluan dengan fakta yang ada dilapngan. Ke-lima mencetak generasi maling modern (white color criminal) sangat tepat dan relevan sekali dengan teori criminal modern yang penulis sebut dengan istilah “white color criminal” adapun bentuk atau indicator perbuatan ini sejak dulu memang sudah ada namun, berbeda dengan hari ini seiring dengan perubahan dan perkembangan zaman, cara seperti yang penulis istilah diatas semakin canggih dan menjadi-jadi. Mungkin sudah tidak asing lagi bagi pejabat, peagawai, staf,  mahasiswa, cleaning service, security IAIN Mataram atau secara umun seluruh rakyat Indonesia paham betul dengan pencuri-pencuri modern hari ini (para koruptor). Dan yang namanya koruptor hari ini ada dimana-mana serta tidak memandang tempat mau di lingkungan istana, MPR, DPR, DPD, Gubernur, Bupati, Walikota, Kampus, Instutitute contohnya seperti kampus IAIN Mataram yang berlebel islam namun lebel tersebut tidak ada efek sama sekali buktinya masih ada saja pencuri modern yang merugikan banya pihak baik secara materil maupun non-materil bahkan rugi dunia akhirat.
Melihat phenomena yang luar biasa dan dapat membinasakan masih terpelihara di lingkungan IAIN Mataram. Membesarkan dan mengayomi okenum-okenum tersebut sangatlah bervariatif dan startegis, misalnya pihak pejabat lembaga (pejabat struktural) masih tidak berani mengambil keputusan yang lebih “tepat dan kuat” terkait poltik suram mahasiswa baik dalam ranah akademis, organisasi, lebih-lebih dalam dinamika politik, BEM, HMJ yang dari tahun ke tahun tidak pernah ada perkembangan sedikitpun malah kehancuran yang menjadi-jadi. Dengan dinamika serta konfigurasi politik buruk mahasiswa IAIN mataram yang terus survive akankah memberikan sutu harapan yang baik, akankah IAIN bisa maju, jelas hal ini berbalik makna al-hasil gagal untuk mencetak generasi harapan bangsa. 
Menjadi suatu hal yang lumrah ketika terjadi degradation terhadap moral, nilai, keperyaan, dan kualitas pendidikan mapun kualitas intlektualitas mahasiswa IAIN Mataram jauh ketinggalan (not up date dan out of date ) dibandingkan dengan universitas, maupun dengan institute lainnya. Hal ini disebabkan belum tuntas tidak transparansinya sebuah lembaga baik dalam membina, mengembangkan atau melanjutkan estapita prosese dan prosedur yang ada dalam lingkungan sendiri (internal problem side). Begitu pentingnya perbaikan atau dorongan positif secara internal mulai dari hal terkecil sampai dengan masalah yang besar bila menginginkan kemajuan suatu lembaga, namun hal ini tidak akan pernah sampai bila dalam berbuat masih sering mengabaikan yang kecil dengan anggapan hal tersebut tidak terlalu penting sehingga tumbuh dalam diri peribadi masing-masing pejabat, mahasiswa dan lainya sikap yang menjerumuskan menjadi manusia “autis” bukan lagi menjadi orang yang “egalatariant” dalam satu visi dan misi demi kemajuan. Sebagai konklusi dari tulisan ini, penulis ingin memberikan statement closing: “Wajarkah mengakui sutu label namun kita tidak se-level dengan label tersebut, Wajarkah kita katakana putih sedangkan kita mengatakan kuning.

No comments:

Post a Comment