Pages - Menu

Wednesday, May 7, 2014

ILMU FALAQ AWAL BULAN SARANA IBADAH UMAT ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Penentuan awal bulan Qamariyah sangatlah penting dalam dunia Islam. Khususnya penentuan bulan–bulan yang didalamnya terdapat ibadah penting semisal bulan yang dinantikan oleh seluruh umat islam yakni bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Yang mana di bulan tersebut menyimpan beribu berkah yang tak ternilai.
Di bulan yang penuh berkah tersebut seharusnya masyarakat Islam menyambut dengan suka cita akan tetapi dalam problematika yang ada di lingkungan  masyarakat  terjadi perbedaan  penetapan penentuan  awal bulan Ramadhan, Syawal serta Dzulhijjah yang menjadikan masyarakat kebingungan. Walaupun pemerintah telah berusaha menyatukan perbedaan-perbedaan dengan melakukan sidang isbath akan tetapi beberapa ormas masih saja menetapkannya menurut  pendapatnya sendiri-sendiri meskipun ada sebagian yang menyetujui keputusan pemerintah.
Persoalan penentuan awal bulan Qamariyah khususnya penentuan awal dan akhir bulan Ramadhan serta Idul Adha merupakan masalah klasik tetapi senantiasa aktual. Dalam pembahasn ini akan dijelaskan tentang peran Ilmu Falak dalam menentukan awal dan akhirRamadhan serta Idul Adha agar kita senantiasa berpikir kritis menyikapi problematika yang terjadi.  Maka dari itu pemakalah akan mengulas tentang peran Ilmu Falak dalam menentukan awal dan akhir Ramadhan serta Idhul Adha.




B.     Rumusan Masalah
1.    Bagaimana Sejarah munculnya Tahun Hijriyah?
2.    Bagaimana Peran Ilmu Falak terhadap Penentuan Awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah?
3.    Bagaimana Metode Penentuan Awal Bulan menurut Ilmu Falak?
4.    Bagaimana Kriteria Penentuan Awal Bulan?
5.    Bagaimana Tawaran Penyatuan terhadap Penentuan Awal Bulan Hijriyah?














BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sejarah Munculnya Tahun Hijriyah
Tarikh Hijriyah yang populer dengan kalender sistem islam dimulai sejak peristiwa hijrah-nya Rasulullah Muhammad SAW beserta para pengikutnya dari Makah ke Madinah. Sang Rasul yang merupakan penutup para Nabi memasuki kota Yastrib yang kemudian dikenal sebagai kota Madinah, pada hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awal tahun pertama Hijriyah bertepatan dengan tanggal 24 September 622 Miladiah.
Penanggalan Hijriyah ini dimulai sejak Umar bin Khattab 2.5 tahun menjabat sebagai khalifah, yaitu sejak terdapat persoalan yang menyangkut sebagai dokumen yang terjadi pada bulan Sya’ban. Muncullah bulan Sya’ban yang mana? Oleh sebab itu Umar bin Khattab memanggil beberapa orang sahabat terkemuka  guna membahas persoalan tersebut. Agar persoalan semacam itu tidak terulang lagi maka diciptakanlah penanggalanHijriyah. Atas usul Ali bin Abi Thalib maka penanggalan Hijriyah dihitung mulai tahun yang didalamnya terjadi Hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah. Dengan demikian penanggalan Hijriyah itu diberlakukan mundur sebanyak 17 tahun.
Sebagai Amirul Mukminin Umar bin Khattab berfatwa : Peristiwa Hijrah itu telah memisahkan antara yang hak dan yang batil, maka abadikanlah (dengan membuatnya) menjadi satu penanggalan (sistem kalender Islam).
Dalam satu tahun kalender Islam terdapat dua belas, masing-masing bernama: 1) Muharram (bulan yang disucikan), 2) Shafar (bulan yang dikosongkan), 3) Rabi’ul Awal (musim semi pertama), 4) Rabi’ul Akhir (Musim semi kedua), 5) Jumadil Ula (musim kering pertama), 6) Jumadil Akhir (musim kering kedua), 7) Rajab (bulan pujian), 8) Sya’ban (bulan pembagian), 9) Ramadhan (bulan yang sangat panas), 10) Syawal (bulan berburu), 11) Dzulqa’dah (bulan istirahat) dan 12) Dzulhijjah (bulan Ziarah).
B.       Peran Ilmu Falak terhadap Penentuan Awal dan Akhir Bulan Qomariyah
Penentuan awal bulan Qamariyah penting artinya bagi umat islam sebab untuk menentukan awal dan akhir Ramadhan, karena masalah ini menyangkut masalah “wajib ‘ain” bagi setiap umat Islam, yaitu menjalankan ibadah puasa. Penentuan awal dan akhir Ramadhan menjadi masalah yang diperselisihkan  tentang cara yang dipakainya. Satu pihak ada yang mengharuskan dengan Rukyat saja dan satu pihak lainnya ada yang membolehkan dengan Hisab saja.
Kedua cara tersebut memiliki dasar hukum satu sama lain. Dasar hukum yang dipegang oleh ahli Rukyat antara lain Hadist riwayat Bukhari-Muslim dari abu Hurairah: “berpuasalah kamu jika melihat hilal dan berbukalah jika melihat hilal, jika keadaan mendung maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban 30 hari.”
Sedang dasar hukum yang dikemukakan oleh ahli Hisab antara lain adalah QS. Yunus: 5 :“ Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkannya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu . . .“
Melihat pembahasan tentang perbedaan dalam penentuan awal bulan Qamariyah maka betapa pentingnya pengtahuan tentang Ilmu Falak. Bagi yang menetapkan awal bulan berdasarkan Hisab maka kegunaan Ilmu Falak ini dapat melakukan perhitungan terjadinya ijtima’, ketinggian Hilal, tenggelam matahari, dan lain-lain. Sebaliknya bagi yang menetapkan awal bulan Qamariyah berdasarkan Rukyat, maka kegunaan Ilmu Falak ini mempermudah orang yang akan melakukan Rukyatul Hilal dapat mengarahkan pandangannya ke posisi Hilal.
Ilmu Falak mempunyai suatu kepentingan praktis menjalankan perintah-perintah agama yang sangat berkaitan dengan waktu seperti shalat, puasa, mengeluarkan zakat, dan haji. Dengan ilmu falak, orang dapat memperhitungkan kemana arah kiblat, waktu sholat, matahari sudah tenggelam untuk berbuka puasa serta mengarahkan pandangannya ke posisi hilal. Akhirnya dengan mempelajari Ilmu Falak dengan serius dan tekun, InsyaAllah dapat membuahkan hasil yang memadai, baik dari aspek keilmuwan maupun peningkatan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.
C.  Awal Bulan Qamariyah
Menurut ahli hisab yang menggunakan kriteria wujȗd al-hilâl, awal bulan Qamariyah diartikan dengan adanya hilal diatas ufuq pada saat matahari terbenam, atau lebih tepatnya dikatakan denganterjadinya konjungsi (ijtimak) sebelum tenggelamnya matahari. Itupun disyaratkan adanya bulan tenggelam setelah matahari. Jika hal tersebut terjadi, Maka keesokan harinya dinyatakan sebagai awal bulan Hijriyah.
Sedangkan menurut ahli hisab yang menggunakan kriteria imkân al-ru’yah, berpendapat sama dengan ahli hisab yang menggunakan prinsip wujȗd Al-hilâl. Hanya saja terdapat syarat tambahan yaitu harus terlihat oleh mata kepala manusia. Apabila setelah terjadi konjungsi/ijtimâ’ bulan sabit tidak terlihat oleh mata manusia, maka untuk mengatakan keesokan harinya sebagai awal bulan baru disyaratkan saat matahari terbenam ketinggian bulan di atas horison tidak kurang dari pada 2° dan jarak lengkung matahari sampai bulan (sudut elongasi) harus tidak kurang dari pada 3°. Dengan kata lain, selain harus berketinggian minimal 2° diatas horizon, umur bulan juga harus tidak kurang dari 8 jam selepas ijtimak/konjungsi berlaku sampai saat bulan terbenam.
Lain halnya dengan ahli ru’yah. Mereka mengartikan awal bulan Qamariyah dengan adanya hilâldiatas ufuq pada saat matahari terbenam dan dapat dilihat oleh mata kepala manusia. Baik menggunakan alat bantu maupun tidak. Berbeda lagi dengan pakar astronomi. Mereka berpendapat bahwa terhitungnya awal bulan dimulai sejak terjadinya konjungsi/ijtimâ’ segaris antara matahari dan bulan. Tidak memandang apakah metahari terbenam lebih dahulu atau tidak, juga tidak memandang harus terlihat oleh mata atau tidak.


D.    Metode Penentuan Awal Bulan
Penentuan awal dan akhir bulan Ramadhan pada hakikatnya adalah penentuan awal bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal, yaitu dua nama bulan dalam sistem kalender Hijriyah yang perhitungannya di dasarkan pada peredaran “bulan mengelilingi bumi”, yang di kenal dengan sistem Qamariyyah atau lunar system. Bila dalam penentuan awal waktu shalat dan penentuan arah kiblat kaum muslimin sepakat menggunakan hasil (perhitungan astronomis), maka untuk penentuan awal bulan Qamariyyah ini tidaklah demikian. Satu pihak mewajibkan hanya dengan rukyat (pengamatan dengan mata kepala) saja, tapi pihak yang lain mencukupkan diri dengan hasil hisab.
Kemudian mengenai persoalan hisab rukyah awal bulan Qamariyyah ini pada dasarnya sumber pijakannya adalah hadits-hadits hisab rukyah. Dimana berpangkal pada zahir hadits-hadits, para ulama’ berbeda pendapat dalam memahaminya sehingga melahirkan perbedaan pendapat. Ada yang berpendapat bahwa penentuan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah harus di dasarkan pada rukyah atau melihat hilal yang di lakukan pada tanggal 29-nya.
Dalam penentuan awal bulan, khususnya 1 ramadhan, 1 syawal dan 1 Dzulhijjah terdapat dua kelompok besar yang berbeda, yakni:
1)       Kelompok yang mengharuskan Rukyat (Metode Rukyat)
Istilah ru’yah berasal dari fi’il madl ra’a  yang berarti melihat. Kata Ru’yah mempunyai dua konotasi makna. Makna pertama ialah melihat dengan pandangan mata “Ru’yah bashoriyyah”. Sedangkan makna kedua melihat dengan ilmu pengetahuan “ru’yah ilmiyah”. Makna yang kedua bisa berarti mengetahui, menyangka, berpendapat, berpandangan, atau kata semacamnya.
Sedangkan hilâl dalam bahasa arab diartikan bulan baru yang dalam konteks Indonesia disebut sebagai bulan sabit. Dalam hal ini adalah 2 malam pada awal bulan. Menurut Imam Ibnu Mandzur, hilâl adalah bulan sabit yang tampak pada manusia saat awal bulan. Berbeda dengan Imam Ibnu Mulaqqin, ia mengartikan yang disebut hilâl hanya bulan dari tanggal 1 sampai tanggal 3. Selebihnya disebut dengan al-Qamar.
Kementerian Agama yang dulu bernama Departemen Agama, mengistilahkan ru’yah al-hilâlhanya dengan sebutan ru’yah saja. Ru’yah perspektif Kementerian Agaman diartikan dengan melihat hilal pada saat matahari terbenam pada akhir bulan Qamariyah dalam rangka menentukan awal bulan berikutnya. Menurut Ahmad Sabiq pengertian ru’yah al-hilâl adalah kegiatan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan pengamatan secara visual terhadap kemunculan hilal. Baik menggunakan mata langsung maupun dengan bantuan alat. Alat bantu visual yang biasa digunakan diantaranya teleskop, bino kular, dan kamera.
Dengan demikin dapat disimpulkan bahwa pengertian ru’yah al-hilâl adalah melihat munculnya hilal pada saat matahari tenggelam dan dilakukan pada tanggal 29 atau akhir bulan Qamariyah guna menetapkan awal bulan berikutnya. Baik melihat dengan mata telanjang atau dengan menggunakan alat bantu.
Ru’yah al-hilâl yang dilakukan dengan mata telanjang, biasa disebut dengan ru’yah Bi al-Fi’li atau Bi al-Aini. Ru’yah Bi al-Fi’li merupakan praktek ru’yah yang dilakukan pada masa Rasulullah SAW dan hanya melihat kearah ufuk barat saja tanpa ada kefokusan terhadap posisi tertentu. Sedangkan ru’yah al-hilâl yang didukung dengan alat bantu, dalam dunia astronomi dikenal dengan istilah observasi. Disebut dengan observasi karena sebelum melakukan ru’yah, si pelaksana ru’yah sudah mengetahui posisi hilâl yang akan dilihat dengan cara melakukan perhitungan dengan metode hisâb. Sehingga dalam melakukan ru’yah pandangan lebih terfokus pada posisi tertentu sesuai dengan hasil hitungan hisâb.
Dalam persefektif yang sama juga diterangkan bahwa, dari sudut bahasa indonesia kata “Rukyat”, seperti halnya kata observation dalam bahasa inggris, juga berasal dari kata asing, dari bahasa arab. Rukyat berasal dari kata jadian Raay, yaraa, menjadi ra’yan, Ru’yatan dan seterusnya. dalam bahasa arab, Raay, sebagai kata kerja, berarti melihat atau mengamati. Rukyat, sebagai mana halnya observation, berarti juga pengamatan.
Menurut metode ini penentuan awal dan akhir bulan Qamariyyah ditetapkan bedasarkan rukyat atau melihat bulan yang dilakukan pada hari ke 29. Apabila rukyat tidak berhasil, baik karena posisi hilal memang belum dapat dilihat maupun karena terjadi mendung, maka penetapan awal bulan harus bedasarkan istikmal (penyempurnaan bilangan bulan menjadi 30 hari). 
Rasulullah SAW bersabda:                                                                                                             
أنّ رسول الله صلّى اللّه عليه وسلّم قال الشّهر تسع وعشرون ليلة فلا تصوموا حتّى تزوه فإن غمّ عليكم فأكملوا العدّة ثلاثين
Sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda: ‘Bulan itu dua puluh sembilan malam, maka janganlah kalian berpuasa hingga kalian melihatnya (hila)l, maka apabila terhalang bagimu maka sempurnakanlah bilangan (hari/malamnya) menjadi tiga puluh’  (HR. Bukhari)
Sistem penentuan awal bulan Qamariyyah yang dilakukan pada masa nabi, sahabat sampai sekarang terus mengalami perkembangan secara berangsur, sesuai dengan berkembangnya kebudayaan manusia dan majunya ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh manusia sampai sekarang untuk mencapai kesempurnaan. Namun meskipun demikian, apabila melihat dengan bantuan alat, oleh Konfrensi Penanggalan islam Internasional di Istambul Turki pada tahun 1978 mensyaratkan penggunaaan alat harus yang masih sebanding dengan kemampuan mata manusia.
2)       Kelompok yang tidak mengharuskan Rukyat (Metode Hisab)
Secara bahasa, Hisâb diartikan dengan hitunganperhitungan, arithmetic (ilmu hitung),reckoning (perhitungan), calculation (perhitungan), calculus (hitung), computation (perhitungan),estimation (penilaian, perhitungan), atau appraisal (penaksiran). Sedangkan arti Hisâb secara istilah adalah perhitungan benda-benda langit untuk mengetahui kedudukanya pada suatu saat yang diinginkan. Pendapat lain mengatakan, arti hisab adalah perhitungan terhadap posisi benda-benda langit.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud hisab awal bulan Qamariyah adalah perhitungan terhadap posisi matahari atau bulan guna menentukan kedudukan dua benda tersebut pada saat-saat tertentu sehingga diketahui kapan dimulainya awal bulan Qamariyah.
Metode hisab awal bulan Qamariyah dapat diklasifikasikan terhadap dua jenis berikut:
a.   Hisâb ‘Urfi.
Hisab ‘Urfi  adalah metode atau cara perrhitungan penanggalan yang didasarkan pada peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan secara konvensional. Peredaran bulan mengelilingi bumi, dalam satu putaran bisa mencapai 29 hari 12 jam 44 menit 2, 8 detik. Apabila dilipatkan 12 kali, maka lamanya menjadi 354 hari 8 jam 48,5 menit.
Perhitungan dengan hisab urfi menghasilkan rumusan dalam satu tahun terdapat 12 bulan. Untuk jumlah harinya, dalam bulan genap terdapat 29 hari dan bulan ganjil 30 hari. Hal ini mengecualikan bulan Dzulhijjah pada tahun kabisat, dimana jumlah harinya berumur 30 hari. Menurut M. Wardan, metode hisab urfi sangatlah penting bagi para ahli hisab. Karena dalam menghitung dan menentukan awal bulan yang sebenarnya (hisâb haqiqi) akan mengalami kesulitan jika tidak terlebih dahulu melakukan hisab urfi.
Jika melihat keterangan diatas, maka perhitungan awal bulan Qamariyah dengan Metode hisab urfi hasilnya tidak jauh beda dengan metode hisâb haqîqi dengan selisih satu hari dan terkadang sama. Hanya saja Para ulama’ bersepakat bahwa hisab model ini tidak dapat digunakan untuk menentukan awal bulan Qamariyah. Melainkan lebih mudah digunakan untuk membuat kalender hijriyah dalam jangka panjang. Mengenai keterangan hisâb haqîqi, akan dibahas pada sub berikutnya.
I.         
b. Hisâb Haqîqi
Hisâb haqîqi adalah perhitungan sesungguhnya yang dilakukan dengan seakurat mungkin terhadap peredaran bumi dan bulan, dengan menggunakan kaedah-kaedah ilmu ukur segitiga bola (Spherical trigonometri).
Hisab haqiqi dapat diklasiikasikan menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama yaitu HisâbHaqîqi Taqrîbi. Perhitungan hisab ini bersumber pada data yang disusun oleh "Zeij Ulugh Beyk”. Teori yang dicetuskankanya adalah teori geosentris, yang menyatakan bumi sebagai pusat peredaran benda-benda langit.
Kelompok kedua yaitu Hisâb Haqîqi Tahqîqi. Perhitungan dalam hisab ini mengacu pada data astronomi yang telah disusun oleh syaikh Husain Zaid Alauddin Ibnu Syatir. Dia adalah astronomi muslim berkebangsaan mesir yang mendalami ilmu astronomi di Prancis. Karya ilmiah yang dihasilkanya adalah buku yang berjudul al-Mathla’ al-Sa’îd Fi Hisâbah al-Kawâkib al-Rusydi al-Jadîdi.
Sedangkan kelompok ketiga, yaitu Hisâb Haqîqi Tadqîqi yang mengacu pada data-data astronomi modern. Pada dasarnya ilmu hisab yang ini adalah pengembangan dari ilmu hisâb haqîqi tahqîqi, dengan memperluas dan menambahkan koreksi-koreksi gerak bulan dan matahari dengan rumus-rumus spherical trigonometri. Dengan begitu, maka data yang didapat akan sangat akurat.
Hal yang sama juga dikemukakakan bahwa, Hisab (الحساب) artinya hitungan atau perhitungan. Secara umum ilmu hisab adalah ilmu pengetahuan yang membahas seluk beluk perhitungan (inggris:aritmatic) dalam pengertian sempit yakni dalam aplikasinya di dalam ilmu falak, ilmu hisab dipahami sebagai ilmu (dan teknologi) yang membahas perhitungan posisi dan lintasan benda-benda langit (khususnya matahari, bulan dan bumi) dalam ruang dan waktu. Dengan kata lain bahwa ilmu hisab  menurut terminologi astronomi adalah ilmu pengetahuan tentang orbi-orbit bintang, lama perjalanannya dalam orbitnya masing-masing, batas-batas waktu perjalanannya, dan waktu nampak dan tidaknya. Fungsi hisab adalah untuk mendapatkan informasi tentang kondisi bulan dan matahari terbenam. Informasi itu kemudian dijadikan data dalam kegiatan Ru’yah al-hilal.
Hakikat pergantian bulan Qamari secara astronomi adalah ketika terjadi ijtimak, yakni ketika bulan sampai kepada meridian langit yang sama dengan matahari dan bumi, artinya bulan telah berevolusi mengelilingi bumi selama satu bulan penuh. Ketika terjadi ijtima’ itu maka disebut sebagai bulan baru (new moon). Tetapi secara syar’i berbeda, bahwa pergantian bulan Qamari, khususnya bulan Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah, sebagaimana ditegaskan dalam banyak hadis Nabi SAW diatas itu ditentukan oleh terlihatnya hilal atau ikmal.
E. Landasan Normatif Hisâb Dan Ru’yâh
Pada dasarnya praktik ru’yâh dan hisâb memiliki dasar hukum yang sama. Hanya saja keduanya memiliki pemahaman berbeda mengenai tafsiran makna yang terkandung didalam dasar-dasar tersebut. Diantara dasar-dasar hukum yang digunakan dalam melakukan ru’yâh dan hisâb adalah:
Firman Allâh SWT yang disebutkan dalam al-Qur’ân al-Karîm:[54]
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu”
  
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
"Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allâh tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui."

وَجَعَلْنَا اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ آيَتَيْنِ فَمَحَوْنَا آيَةَ اللَّيْلِ وَجَعَلْنَا آيَةَ النَّهَارِ مُبْصِرَةً لِتَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ وَلِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ وَكُلَّ شَيْءٍ فَصَّلْنَاهُ تَفْصِيلًا
“Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas.”

Selain itu Rasulullah SAW juga bersabda:
باب قول النبي صلى الله عليه و سلم ( إذا رأيتم الهلال فصوموا وإذا رأيتموه فأفطروا )

“Ketika kalian melihat hilâl. maka berpuasalah. Dan ketika kalian melihat hilâl maka berbukalah”

1.       حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يَقُولُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ قَالَ قَالَ أَبُو الْقَاسِمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ (غَبِيَ-أُغْمِيَ-غُمَّ) عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِين.
“Âdam mengatakan padaku, Syu’bah mengatakan pada Âdam, Muhammad bin Ziyâd mengatakan pada Syu’bah, Ziyâd berkata: Saya mendengar abi Hurairah Radliyallâhu‘anh berkata: Nabi Muhammad SAW. Bersabda: Berpuasalah kalian karena melihat hilâl, dan berbukalah kalian karena melihat hilâl. Apabila awan menutupimu (Penglihatanmu), maka sempurnakanlah hitungan bulan Sya’bân menjadi 30 hari”.


حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ مَسْلَمَةَ حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ لَيْلَةً فَلَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ ثَلَاثِينَ
“Abdullâh bin Musallamah mengatakan padaku, hadits ini didapat dari Mâlik, Mâlik dari ‘Abdullâh bin Dînâr, ‘Abdullâh bin Dînâr dari ‘Abdullâh bin ‘Umar, Radliyallâhu ‘anhumâ: Sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda: Bulan itu 29 malam, maka janganlah kalian berpuasa sampai kalian melihatnya (Hilâl), apbila awan menutupi (penglihatan) kalian, maka sempurnakanlah bilangannya menjadi 30 hari”.

Ayat dan Hadîts diatas menjelaskan bahwa Alloh telah memberi petunjuk kepada mereka yang berilmu dengan adanya matahari, bulan, siang, dan malam, supaya manusia bisa mengetahui hitungan waktu. Ayat dan hadits itulah yang dijadikan dasar penggguna’an ilmu hisâb dan ru’yâh
Hanya saja, mengenai penafsiran pada dasar hukum diatas, terdapat perbedaan penafsiran antara ahli ru’yah dan ahli hisab, sehingga menjadikan keduanya mempunyai cara sendiri-sendiri dalam menentukan awal bulan Qamariyah.

F.    Kriteria Penentuan Awal Bulan Hijriyah
a)   Menurut Kriteria Rukyat Hilal (Limit Danjon)
Menurut Kriteria Danjon, hilal baru dapatdisaksikan jika sudut engolasi bulan terhadap matahari minimal sebesar 7 derajat. Namun ika hari itu ada yang mengklaim dapat menyaksikan hilal apalagi hanya menggunakan mata telanjang, maka kesaksian ini wajib ditolak karena jelas-jelas bertentangan dengan kaidah keilmuan dan huku sunatullah.
b)    Menurut Kriteria Hisab Imkanur Rukyat
Pemerintah RI, melalui pertemuan menteri-menteri Agama Brunai, Indonesia, Malaysia dan Singapura menetapkan criteria yang disebut Imkanur Rukyat yang dipakai secara resmi untuk penentuan awal bulan pada kalender Islam negara-negara tersebut yang menyatakan: hilal dianggap terlihat dan keesokannya ditetapkan sebagai awal bulan Hijriyah berikutnya apalagi memenuhi salah satu syarat-syarat berikut:
ü  Ketika matahari terbenam ,ketinggian bulan di atas horizon tidak kurang dari 2 derajat
ü  Jarak lengkung bulan-matahari (sudut engolasi) tidak kurang dari 3 derajat
ü  Ketika bulan terbenam, umur bulan tidak kurang darii 8 jam konjungsi/ijtima’ berlaku.
c)   Menurut Kriteria Hisab Wujudul Hilal
jika setelah terjadi ijtima’, bulan terbena setelah terbenamnya matahari maka malam itu diteapkan sebagai awal bulan hHijriyah tanpa melihat berapa pun sudut ketinggian bulan saat matahari terbenam.
d)   Menurut Kriteria Kalender Hijriyah Global
Kritera yang digunakan tetap mengacu pada vasibilitas hilal (Limit Danjon).
e)   Menurut Kriteria Rukyat Hilal Saudi
Rukyatul hilal digunakan Saudi khusus untuk penentuan bulan awal Ramadhan dan Dzulhijjah. Kaidahnya sederhana, jika ada laporan rukyat dari seorang atau lebih pengama/saksi yang dianggap jujur dan bersedia disumpah, maka sudah cukup sebagai dasar untuk menentukan awal bulan tanpa perlu dilakukan uji sains terhadap kebenaran laporan tersebut.  Belakangan wacana ini akhirnya dinamakan hilal syar’iartinya sah secarahukum syariah, walaupun secara sains mustahil.
G.     Tawaran formulasi peenyatuan Mazhab Hisab dengan Madzhab Rukyat
Banyaknya mazhab dalam penentuan awal Ramadhan dan Dzulhijjah di Indonesia, maka banyak juga pihak yang tergugah untuk mengupayakan penyatuan. Terbukti dari berbagai pengalaman, perbedaan seringkali membingungkan masyarakat awam, bahkan seringkali mengoyak jalinan ukhuwah islamiyah. Akan tetapi sampai sekarang belum ada pendapat yang diterima oleh semua pihak. Namun demikian pemerintah dengan madzhab imkan al-ru’yah dengan format kekuasaanitsbat pada pemerintah sebenarnya merupakan upaya yang lebih mempunyai peluang untuk dapat diterima oleh semua pihak. Upaya pemerintah ini pada dasarnya berpijak pada upaya tercapainya keseragaman, kemaslahatan, dan persatuan umat islam di Indonesia. Hal ini sebagai dasarnya: keputusan hakim/pemerintah itu mengikat dan menyelesaikan perbedaan pendapat.















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Ilmu Falak mempunyai suatu kepentingan praktis menjalankan perintah-perintah agama yang sangat berkaitan dengan waktu seperti shalat, puasa, mengeluarkan zakat, dan haji. Dengan ilmu falak, orang dapat memperhitungkan kemana arah kiblat, waktu shalat, matahari sudah tenggelam untuk berbuka puasa serta mengarahkan pandangannya ke posisi hilal. Dalam penentuan awal bulan, khususnya 1 ramadhan, 1 syawal dan 1 Dzulhijjah terdapat dua kelompok besar yang berbeda, yakni: metode rukyat dan metode hisab.
Karena banyaknya mazhab dalam penentuan awal Ramadhan dan Dzulhijjah di Indonesia yang berbeda-beda, maka banyak pihak yang tergugah untuk mengupayakan penyatuan. Salah satunya yaitu upaya pemerintah dengan membentuk imkanur rukyah.
B.     Kritik dan Saran
Demikian makalah yang bisa kami buat, kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kami mengharap kritik dan saran yang membangun dari para pembaca guna perbaikan pada makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.






DAFTAR REFERENSI
1.    Ahmad Maimun, Ilmu Falak Teori dan Praktik,(Kudus: 2011)
2.    Zainul Arifin, Ilmu Falak, (Yogyakarta: Lukita, 2012),
3.    Ahmad izzudin, “Ilmu Falak Praktis, 2012
4.    Ahmad Izzudin, “Fiqih Hisab Rukyat,” 2007
5.     Zainul Arifin, Ilmu Falak, (Yogyakarta: Lukita, 2012)
6.    Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab dan Rukyah, (Jakarta: Erlangga,2007)



No comments:

Post a Comment