BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Melihat siklus perubahan dan peningkatan jumlah penduduk negara khususnya negara kita Negara Indonesia pada saat ini jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2012 mencapai 245 juta penduduk atau jiwa . Dan hal ini tak bisa dinafikan lagi semua ini berawal dari sebuah pernikahan yang terjalin dengan formal salah satu hal yang melekat pada diri semua mahluk kususnya manusiayakni hubungan biologis,Namun kalau kita sedikit memfokuskan pengamatan kita mengenai pernikahan atau perkawinan, banyak sekali dinamika dan fenomena yang muncul bahkan seolah-soalah pernikahan itu dianggap sebuah ”boneka” yang mudah dibolak balik bahkan dilempar yang tak kalah lagi miris kedengarannya.Kalau pernikahan itu benar-benar diibaratkan sebuah boneka benaran, maka boneka itu sering jadi korban benda atau barang yang kerap sekali dibakar layaknya sampah tak berguna. Lalu secara logis dimana letak atau posisi pernikahan yang ideal dan mau dikemanakan dan diapakan subtansi yang dikandung dalam nilai universalitasterhadap pernikahan itu sendiri. Berdasarkan pengamatan dari berbagai referensi yang memiliki relevansi atas terbentuknya budaya sebuah perkawinan, salah satu statement yakni sesungguhnya manusia itu adalah bersifat zoon politicon, yaitu sebagai mahluk yang pada dasarnya selalu mempunyai keinginian untuk berkumpul dengan manusia-manusia lainya (mahluk bermasyarakat) . Di dalam Al-Qur’an pun tidak alfa, itu semua sudah ter-cover. Dan Allah menjelaskan dalam firmanya.
•• • •
Artinya: Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (Al- Hujarat: ayat 13).
Melihat secara komprehensif ayat diatas, sesungguhnya Tuhan sudah menggambarkan selayaknya manusia itu tidak bisa hidup sendiri.Pesan moral maupun immoralsyang dilontarkan kepada manusia keseluruhan mengkhitab (menunjukan) manusia yang normal atau yang utuh ialah berdiri mengarung hidup secara collective dan berkesinambungan antara yang satu dengan manusia lainya.Tidak jauh mirip konotasinya ibarat satu bangunan yang saling terikat dan mengikat tanpa ada celah sedikitpun retakan yang akan memutuskan kekuatanya . Dengan konsep yang ditawarkan diatas, selayaknya manusia dan spesifiknya sebuah rumah tangga (sebagai suami isteri) bisa menggali dan berkiblat dalam membentuk bagaimana konsep dan prinsip menyentuh alam pernikahan seharusnya. Supaya sebuah rumah tangga itu bisa survive dan sinergis serta harmonis sepajang perjalanan hidup entah dilihat dimata manusia secara umumnya dan lebih-lebih dimata Tuhan.Dengan konsep itu pula akan memberikan dampak surplus dimana pernikahan tersebut dicatat sebuah ibadah yang positif dan bernilai baik dimata Tuhan.Bukan sebaliknya, manis dimata manusia sendiri sedangkan disisi Allah itu sebuah ibadah yang fasidah yang pada akhirnya pecah belah terjadi dan hidup pahitpun tidak bisa dielakkan dengan serangan gelombang kehancuran. Secara inklusif pernikahan atau perkawinan saat ini disatu sisi terlaksana dengan alasan fundementalitu merupakan sebuah sunnatullah, sehinngga hal pernikahan dianggap ibadah yang diidolakan.Namun dibalik itu semua tidak sedikit dan tidak jarang kita lihat bahkan sering terjadi diseliling kita oarang yang tidak bisa menjalankan apa yang di sebutkan diatas (pernikahan). Terjadi diskriminasi, pembunuhan, percecokan , perceraian bahkan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dahsyat tak bisa dihindarkan.Angka prosentase pada saat ini tingkat kerusakan dan kekerasan terjadi dalam rumah tanga (KDRT) mencapai 50% pada tahun 2012 . Padahal secara pesan religius dan moral dalam pernikahan itu memiliki nilai yang sangat urgen bahkan, pernikahan itu kerangka ibadah yang sangat sakral yang mengadung hubungan yang sangat exclusiveyangsemestinya itu harus dan tetap dijaga kemurnianya tanpa ada sesuatu yang menodainya.Namun realita berbicara ternyata jauh dari harapan semua itu terjadi atau bergentayangan layaknya mahluk halus yang bertebaran dengan tujuuan menggaggu manusia-manusia lainya yaitu, ini terjadi tidak lain dari akibat tidak adanya konsep peng-organisasian atau membangun sebuah bahtera rumah tangga tanpa the compilites of family construction concepts. Atas dasar inilah yang menggugah hati penulis untuk melakuakan atau bertindak sebagai agent of soluteryang nantinya tentu lewat karya ilmiyah ini penulis besar hararapan bisa memberikan contribution yang solutif dan peraktis sehingga bisa meminimalisir permasalah-permasalahan yang terjadi maupun yang akan terjadi. Dan penulis rasa sangat penting untuk dikaji sehingga dalam karya ilmiah yang berjudul ”Menopang Bahtera Rumah Tangga yang Survive dan Sinergis dalam Perkawinan dengan Kolaborasi Konsep Al-Qur’an Yang Komprehensif” yang penulis akan elaborasikan pada bab-bab selanjutanya.
B. Fokus Kajian
Dari konteks penelitian diatas maka dapat diformulasikan permasalahan yang menarik untuk diteliti dan dikaji yaitu sebagai betrikut:
Bagaimana peran masing-masing subjek (Suami-Isteri) dalam membangun Bahtera Rumah Tangga yang Survivedan Sinergis ?
Bagaimana tawaran Kolaborasi konsep Al-Qur’an yang komprehenshif dalam membangun Bahtera Rumah Tangga yang Survivedan Sinergis ?
C. Tujuan dan Mamfaat
1. Tujuan
Berdasarkan fokus kajian diatas maka tujuan dari penelitian pustaka ini adalah :
a. Untuk mengetahui bagaimana peran suami-isteri dalam membanguan sebuah rumah tangga yang survive dan sinergis serta harmonis.
b. Untuk mengetahui dan menggali bagaimana tawaran konsep yang komprehenshif dalam Al-Qur’an untuk menopang bahtera rumah tangga yang survive dan sinergis serta harmonis .
Mamfaat
Dalam kajian ini penulis berharap agar hasil dari pengkajian ini dapat berguna baik secara teoritis maupun praktis sebagai berikut.
a. Secara teoritis, karya ilmiah ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang hukum islam secara utuh atau universal dan secara specifik dapat menjadi soluter terhadap sosial problematika yang berkembang dalam masyarakat saat ini (perkawinan) yang tidak sedap didengar dan tidak pantas kalau dilihat dengan mata hati dan panca indera yang terkesan buruk dikalangan publik saat ini
b. Secara praktis, karya ini akan memberikan mamfaat kepada masyarakat secara kolektif dan lembaga-lembaga lain untuk menjadi acuan dalam mengkaji solusi terhadapa permasalahan-permasalahan yang sedang hangat dihadapan masyakat publik saat ini.
Telaah Pustaka
Yang menjadi bahan kajian karya ilmiah ini adalah hasil penelitian, karya-karya yang sudah dihasilkan sebelumnya oleh orang-orang tertentu, yang kebetulan ada kemiripan dengan judul karya ilmiah yang penulis lakukan. Adapun hasil penelitian yang dimaksud adalah sebagai berikut.
1. Al Hamdani, Risalahnikah, Jakarta: PustakaAmanai, 2002.
Adapun literature ini dengan karya yang dibuat oleh penulis, secara konten atau pembahasan,memiliki kesamaan dari segi konten tema,yakni sama sama membahasa tentang perkawinan atau pernikahan, namuun dalam refrensi ini,tidak memberikan konsep tertentu,bagaimana rumah tangga sebenarnya, dan tidak ada unsure solutif terhadap permasalahan rumah tangga,dan dari penulis sendiri selain inti pokok tentang perkawian(dinamikanrumahtanggaataukeluarga), secara teori danp raktis penulis lebih memperioritaskan, sehingga memberikan warna yang berbeda dengan karya sebelumnya.
2. Abidin Ahmad, Menemukan Kasih Sayang Ditengah Keluarga. (Bandung: RemajaRosdanKarya), 2002.
Karya abidin, Menemukan Kasih Sayang Ditengah Keluarga, dalam pembahasan karya ini tedapat, ”goals” yang sama yankni bagaimana keluarga (dalam pernikahan itu), menjadi langgeng, akan tetapi konsep, aturan pokoknya tidak sama, sebab dalam karya ini, tidak ada unsur intervensi konsep Al-Qur’an, sehingga memiliki hanya sedikit kemiripan, terhadap pembahasan mengenai keluarga saja, dan dalam latar belakang dan rumusan masalah penulis sendiri lebih terfokus memberikan balancing setimulun yakni kesinergisan antara teori dengan praktik yang lebih efektif dan lebih praktis.
3. Muhaidi, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Adat Perkawinan di Desa Labuapi Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah(Skripsi IAIN Mataram, Fakultas Syari’ah, Jurusan Akhwal Syakhsiyah, 2001).
Kesamaan hasil penelitian di atas dengan karya ini adalah sama-sama mengkaji problematika internal pernikahan atau rumah tangga, dan penelitian yang dilakukan karya sebelumya lebih jeli melihat perkawinan atau keadan perkawianan sasak saja, tidak secara umum, dan hanya melihat nilai deviasi dari segi adat saja, yakni mengidentifikasi apa penyebab timbul problematika tersebut (ketidak harmonisan rumah tangga). Tetapi letak uniknya karya yang dilakukan penulis sendiri, secara penjabaran penulis berperan ganda selain menganalisis problematika, berusaha pulan bertindak sebagai soluter, inilah yang membedakan sengan karya sebelumnya, dan tidak terfokus terhadap satu objek tetapi lebih melihat secara universal (prosesi, dan semua ruang lingkup suatu pernikan (kelurga dalam rumah tangga)).
BAB II
PEMBAHASAN DAN ANALISIS
1.1 Elaborasi Universalitas Tentang Perkawinan
A. Pengertian perkawinan
Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau Mitsaqon Gholidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Dalam refrensi pernikahan itu kaya dengan interpretatif dan memiliki dimensi yang sedikit berbeda, menurut UU No. 1 Tahun 1974, perkawinan itu ialah sebuah ikatan lahir dan batin antara pria dan wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal (tetap dalam kondisi harmonis yang kondusif) berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sebagaimana keumumannya pernikahan itu tidak berhenti sebatas pengertian diatas, ada lagi yang mendetailkan, sesungguhnya dalam pendapatnya mengatakan, perkawinan itu bersal dari bahasa yang mepersamakan perkawinan dengan kata nikah. Menurut hakim, kata nikah berasal dari bahasa arab nikahun yang merupakan masdar atau kata kata kerja nakaha. Sinonimnya tazawwaj kemudian diterjemahkan dalam bahasa indonesia sebagai perkawinan. Kata nikah sering diperguakan karena secara hermeneutik atau linguistik sudah diadopsi dalam bahasa Indonesia.
Pendapat yang satu ini lebih jelas lagi dalam mengartikan dari perkawinan . Perkawinan dalam istilah agama disebut nikah yang berarti melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikat diri antara seorang laki-laki dan wanita untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak, dengan rasa suka rela dan keridhoan kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu kebahagian hidup keluarga yang meliputi rasa kasih sayang dan ketentraman yang diridhoi oleh Allah SWT.
Dan salah satu persepsi juga mengatakan perkawinan adalah sunatullah, hukum alam didunia. perkawinan dilakukan oleh manusia, hewan, bahkan oleh tumbuh-tumbuhan . Dengan berpatokan terhadap dalil yang terdapat dalam Al- Qur’an (Q.s. 36, Yasin: 36)
Artinya: Maha Suci Tuhan yang Telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.
Melihat multi difinisi secara implisit tentang penikahan anatara satu dengan lainya semuanya memilki persamaan yang sedikit berbeda, karena itu dalam keadaan kapanpun, dimanapun dan kepada siapapun nikah atau perkawinan itu bukanlah sesuatu yang mudah, apalagi membangun bahtera rumah tangga yang survive dan sinergis sangat sulit dari pasca perkawinan itu sendiri. Namun dibalik semua dimensi dan problematika terhadap perkawinan itu sendiri bukan berarti tidak ada jalan dan kesempatan menuju keluarga dalam rumah tangga yang dibangun itu menjadi keluarga atau bahtera rumah tangga yang harmonis, sebagai konsekuaensi logis dalam tahap persiapan (isti’dadh atau preparation) dalam ranah berumah tangga itu kita seharusnya memiliki pertimbangan konsep dan prinsip yang matang sebelum terjun. Sebab itu esensial dari sebuah perkawinan itu tidak ternodai atau tidak kehilangan orientasi, sebagaimana yang telah diklarifikasikan terhadap beberapa penjabaran tentang pernikahan. Sehingga implikasi dari perjanjian dalam sebuah perkawinan itu menjadi sebuah fondasi yang otentik dan accurate, bukan berarti sebaliknya sehingga banyak yang menganggap perkawinan itu ibarat sebuah mainan, yang konsekuensinya bisa dimainkan dan dipermainkan sesuka hati tanpa tujuan yang jelas. Barang tentu yang menjadi catatan penting kita ialah, memaknai perjanjian dalam sebuah pernikahan itu bukanlah sembarangan perjanjian antara penjual dan pembeli atau sewa menyewa, akan tetapi perjanjian dalam nikah adalah perjanjian suci untuk membentuk keluarga tanpa sedikitpun benda atau keadaan yang membuatnya ternoda.
B. Rukun dan Syarat Perkawinan
Rukun perkawina adalah hakikat dari perkawian itu sendiri. tanpa adanya salah satu rukun, maka perkawianan tidak bisa dijalankan. adapaun rukun perkawinan ada 5, yaitu sebagai berikut :
Mepelai laki-laki
Mepelai perempuan
Wali
2 orang saksi
Sighat ijab kabul
Dan syarat-syarat dalam perkawinan itu sebagai berikut :
syarat bagi suami
bukan mahram dari calon isteri
tidak terpaksa, atas kemauan sendiri
orangnya jelas dan tidak dalam menjalani ihram haji
syarat bagi isteri
tidak sedang dalam iddah
merdeka (kemauan sendiri)
orangnya jelas, juga tidak sedang ihram haji.
C. Tujuan Perkawinan
Tujuan perkawinan
menurut KHI, adalah untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warrahmah. Memenuhi hajat tabiat kemanusian, berhubungan antara laki-laki dan perempuan dalam ikatan perkawianan untuk membentuk keluarga yang tenteram agar dapat mendapatkan keturunan yang shaleh dan berkualitas menuju terwujudnya rumah tangga yang bahagia. Hal yang sama juga sudah tertera dalam firman Allah dalam Al-Qur’an surat Ar-Rum ayat 21 :
•• •
Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
Dari redaksi lain digambarkan beberapa tujuan dari perkawina ada , 5 poin antara lain sebagai berikut dibawah ini :
Untuk mengelola dan menjunjung ringgi Syari’at Agama
Untuk memelihara berlakunya hubungan biologis
Untuk memelihara fitrah nilai-nila kemanusian
Untuk mempererat dan memperluas hubungan persaudaraan
Untuk memelihara kedudukan harta pusaka.
Jadi dari sekian elaborasi tentang modus dari tujuan perkawinan di atas dapat disimpulkan bahwa eksistensi dari sebuah perkawinan itu tidak lain memilki orientasi yang sangat bervarative namun sebenarnya memiliki goals yang sama, yakni bertujuan untuk membentuk rumah tangga yang berasaskan atau didasarkan dengan rasa kasaih sayang (start by love for geting love forever) dan kententraman sehingga pada akhirnya berimplikasi positif terhadap formulasi bahtera rumah tangga untuk menemukan orientasi yang sebenarnya, yakni menjadikan keluarga (dari perkawinan ) yang survive dan sinergis (sakinah, mawaddah dan warrahmah yang abadi), tentu dengan prinsip dan konsep yang complite dan relevan dengan visi dan misi atas suatu pernikahan.
D. Hak dan Kewajiban Suami Isteri
Dalam Berumah Tangga
Menyadari (konsious) kondisi dalam berteman, berkeluarga, bermasyarakat serta berbangsa dan bernegara, lebih eksklusif lagi dalam berumah tangga (suami isteri) dalam mengarungi dan menjalankan apa yang menjadi hak dan kewajiban adalah hal yang sangat urgen dan akan berakibat fatal, apabila semua hal itu tidak diindahkan atau tidak seimbang. Berhubungan dengan sebuah bahtera rumah tangga yang terdiri atas suami dan isteri, serta anak-anak memiliki hak dan kewajiban yang merata. Bisa dibayangkan dalam benak kita, dan atas dasar anlisis yang rasional dan logis, betapa ironis kedengaranya rumah tangga itu runtuh, dikarenakan ada satu gigi rante dalam roda rumah tangga itu putus atau tidak aktif lagi, sebab itu pelaksanaan dan kesadaran akan hak dan kewajiban adalah hal prioritas yang fundamental atas terwujudnya kelurga ideal balance(seimbang) dengan teori dan pratik. Berawal dari motivasi diatas, suami dan isteri memilki peran yang sama, antara lain sebagai berikut :
a. Tugas atau Kewajiban seorang Ibu
Di Indonesia, tugas ibu rumah tangga ”dibakukan” oleh lima aktifitas:
melayani suami
membersihkan rumah
menyediakan makanan siap santap
merawat kesehatan anggota keluarga, ini semua dianggap sebagai kewajban pokok seorang ibu atau isteri, sehingga apabila ini tidak diindahkan maka konsekuensinya isteri menjadi kambing hitam dalam rumah tangga tersebuat. Pendapat ini atas dasar aturan yang tetera dalam undang-undang yang sudah ada dan dibakukan dalam Kompilasai Hukum Islam (KHI), posisi isteri disini ialah bertanggung jawab mengurus internal rumah tangga.
Mengenai kewajiban isteri disni dalam pendapat lain, terkadang isteri itu memilki kewajiban yang kondisional dan bersifat dinamis, dikatakan kondisional dan dinamis karena ada saatnya sang isteri itu tidak bisa dan tidak mampu menjalankan tugas atau kewajiban menjadi steri dengan 100% kewajiban itu harus dijalankan. Dalam konteks atau kondisi ini simpaty dan empaty dari suami harusbisa melihat penuh dengan bijaksana bagaimana keadaan isteri sesungguhnya. Kareana bagaimanapun isteri juga manusia, punya kelebihan dan kekurangan dan sepantasnya diperlakukan semestinya sesuai dengan hakekat kemanusiaan. Dan mentarjihkan alasan tersebut dengan statement yang ada dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 228, berikut ini:
Artinya: Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf..
Terlepas dari uraian sekilas tentang bagaimana bentuk-bentuk tugas selaku isteri dalam rumah tangga, dari semua hasil intepretatif diatas dapat disimpulkan, bahwa isteri itu berposisi mendasar sebagai peran pelaksana atau bertugas dalam bidang domistik, terhadap semua keluarga yang ada dalam rumah tanggga tersebut.
b. Hak-Hak isteri dalam rumah tanggga
Hak yang dimilki oleh seorang isteri atas suaminya, pertama hak bukan benda, misalnya perlakuan yang adil disamping isteri-isteri lainya apabila suami punya isteri lebih dari satu, tidak menyakitinya, isteri berhak mendapatka perlakuan atau kebutuhan biologis yang teratur dan seimbang, masalah maskawin juga hal yang fundemental haknya seorang isteri atas suami, sebagai pemberian wajib yang tidak dapat diganti dengan lainya. Allah berfirman:
Artinya: Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.
Suami berkewajiban memberikan kebutuhan dasar terhadap isteri. Kewajiban ini ditetapkan oleh Al-Qur’an, Allah berfirman:
….. ……
Artinya: Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf.(Al-Quran:2 ayat 233). Secara singkat itulah hak-hak isteri yang dibebankan kepada suami dalam rumah tangga.
c. Rekapitulasi peran dan kewajiban suami dalam rumah tangga
Dalam mensinergiskan rumah tangga membutuhkan kekompakan (good coorporation), antara suami dan isteri. Menggapai itu semua tidak terlepas keterikatan peran yang satu dengan lainya, itu arti rumah tangga pada subtansinya, tidak mengenal istilah diskriminasi fungsi (function discrimination), karena hal tersebut berdampak ketidakseimbangan yang memicu munculnya istilah double burden . Maka solusi awal bersikap proporsional dalam mengarungi segala mekanisme dan formulasi bahtera internal rumah tangga, adalah hal utama yang harus dibangun.Aniwafirah, membagi peran suami itu dalam 8 kategori, antara lain sebagai berikut:
1. Suami sebagai kepala dalam rumah tangga
Strukturalisasikekeluargaan dalam rumah tangga, yang menjadi top manager adalah suami, dan bertagung jawab atas yang dipinpinya. Pernyataan ini sesuai dengan statement yang ada dalam Al- Qur’an berikut ini:
…….
Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
Kezhahiran ayat diatas memberikan light fungsi sosial, dimana suami sebagai driver atau ra’is dalam keluarga, tentu ia memilki peran untuk menghidupkan sendi-sendi kehidupan keluarga secara lahir dan batin (kebutuhan material maupun immaterial).
2. Pengambilan keputusan utama
3. Penujuk jalannya rumah tangga
4. Pencari nafkah
5. Penyambung lidah kepetingan rumah tangga dengan pihak luar
6. Pendidik dalam rumah tangga
7. Motor penggerak rumah tangga
1.2. Analisis Kolaborasi Multi Konsep Dalam Membangu Rumah Tangga (yang Survive dan Sinergis) Perpaduan Konsep Internal Al-Qur’an Dengan Konsep Eksternal Umum Lainnya
Merefleksi kontenitas terhadap penjelasan sebelumnya, mengenai essensial perkawinan, secara teoritis implisit sudah menunjukan apa yang menjadi benang merahnya (inti awal permasalahannya). Menganalisis permasalahan-permasalah tersebut ada satu hal yang terpenting dan diharapkan adalah the accurate, breaf and clear (menginginkan solusi yang tepat dan jelas).
Perpaduan antara konsep umum dan konsep Al-Qur’an yang komprehenshif, secara essensial memiliki visi dan misi yang sama.Sebab itu kali ini kita akan melihat bagaimana sesungguhnya konsep yang harus kita miliki, dan prinsip berkeluarga seperti apa yang seharusnya diterapkan ditengah-tengah bahtera rumah tangga yang kerap sekali dibaluti secara terus menerus dengan probelematika kehidupan yang tidak harmonis.
Adapun konsep-konsep yang harus diterapkan guna membangun rumah tangga yang survive dan sinergis ialah sebagai berikut:
A. Tawaran aktualisasi konsep umum
Syamsu Yusuf menawarkan konsep yang harus ada dan dilakukan dalam menopang rumah tangga menuju keluarga yang aman, tenteram, dan berkualitas, membaginya kedalam 7 bagian, diantaranya berikut ini:
1. Be proactive (agen pembaharuan dalam keluarga)
Menjadi seorang kepala rumah tangga bukan persoalan yang mudah atau gampang, karena seorang bapak atau suami itu memiliki peran yang lebih dibandingkan sang isteri. Dalam berbagai aktifitas juga harus didominasi oleh kepala rumah tangga, sehingga seorang bapak harus memiliki skill. Dalam konsep fungsi be proactive,disini suami dan isteri dituntut untuk berjiwa optimis dalam merubah kondisi menuju keluarga yang lebih progresif dan innovatif.
2. Begin with the end in mind (menciptakan masa depan dengan tujuan yang jelas)
Suatu penikahan, kalau diawali dengan tujuan yang jelas maka hasilnya pula akan jelas dan berbobot.Dengan konsep ini bagaimana agar kita pandai dan cerdik dalam bertingkah dan berfikir yang lebih rasional, sehingga apa yang menjadi ”goals” bisa terwujud (comes true). Konsep ini mempunyai kontribusi yang sangat urgen dalam permasalahan yang sering terjadi dalam rumah tangga. Implikasinya disetiap perbuatan memiliki nilai positif.
3. Put first thing first (menjadikan keluarga sebagai prioritas)
Perkelahian, perceraian dan banyak anak yang ditelantarkan, disebabkan tidak adanya semacam konsep hidup prioritas. Fakta sosial tidak jarang ditemukan dilapangan, media massa dan lain sebagainya,hal tersebut kurangnya rasa perhatian, dan perasaan terhadap pasangan, anak, keluarga,dan justeru itu merupakan awal ambang pintu kehancuran, sehingga konsep perioritas dalam berkeluarga itu hal yang tak dapat dipisahkan dalam kehidupan.
4. Think win-win (bergerak dari me ke we menuju mutual respect)
Perubahan yang baik bukanlah suatu hal yang mudah, seperti orang mengatakan layaknya membalik telapak tangan. Namun dibalik kesulitan itu ada kemudahan, selama kita mau berusaha dan mengharapkan apa yang diidamkan itu bisa kita raih.Sama halnya dengan membuat rumah tangga menuju keluarga yang langgeng itu tidak mudah, tetapi konsep ini menginspirasikan kepada kita semua untuk melakukan hal yang baik dengan cara yang baik dan pelan-pelan.Karena pada dasarnya sesuatu itu tidak ada yang bim salabim (instal), keluarga yang besar itu merupakan proses keluarga yang berawal dari hal keluarga yang kecil.
5. Seek first to understand then to be understood (memecahkan masalah dengan empatik)
Di satu sisi suami dan isteri mesti harus bersikat ego (usaha preventif dalam hal yang berdampak negatif) terhadap bahtera rumah tangga. Namun dalam hal membentuk dan membangun keharmonisan rumah tangga, tidak boleh ada oknum yang bertolak belakang dengan egoistis.Maka ke-egoan harus dibuang dan dirubah dengan sikap yang baik, tidak ada pihak yang merasa dilecehkan atau dikotori. Apa yang menjadi hak dan kewajibannya kepada siapapun,terlebih lagi terhadap keluarga dalam suatu rumah tangga harus dipatuhi.
6. Synergize (meperkuat hubungan)
Yang memisahkan suatu benda dengan benda yang lain, dan yang mengakibatkan tidak bisanya menyatu kubu yang satu dengan kubu yang lainya, ialah disebabkan terputusnya hubungan mereka sebelumnya. Maka ada yang mengatakan ”siapkan payung sebelum hujan”.Hal yang serupa dalam kaidah fikih dikatakan ”addhaf’u aqwa minarraf’i” (menolak itu lebih kuat dari mengangkat), sebab itu konsep ini sangat penting sebagai referensi bila ingin berkeluarga tanpa masalah.
7. Sharpen the saw (meperbaharui spirit keluarga)
Kekuranganekonomi(utility) merupakan tantangan terbesar bagi diri manusia.Suatu kekurangan adalah hal yang lumrah, tetapi kekurangan bisa menjadikan kita bertindak dan nampak tidak lumrah seperti biasanya. Begitu juga dalam gelombang keluarga terkadang down. Bila itu terjadi, maka gelombang rumah tanggapun ikut berkerut.Maka upaya khusus harus kita miliki, yakni dengan terus memberikan ”injeksi sepiriti” terhadap semua keluarga dalam negosiasi dan berkompetisi, guna hidup yang lebih baik.
B. Tawaran konsep Al-Qur’an dalam pembinaan keluarga (yang survive dan sinergis)
Dilihat dari motif tujuan dan manfaat dari perkawian, kemudian berubah bentuk menjadi rumah tangga, lalu berstatus menjadi keluarga besar (big family).Tetapi sayang banyak sekali rumah tangga berakhir dengan status kegalaun, keresahan, berakhir atas penyesalan. Namun tidak jarang juga kita temukan mereka dari proses perkawinan sehingga bersatus keluarga besar bahagia terus menerus (bahagia yang berkesinambungan).Mereka layak mendapatkan karena usaha mereka juga berstandar (memenuhi kriteria prinsip serta fungsi-fungsi mesin rumah tangga berhasil menjaga kestabilannya).Untuk lebih jelasnya Al-Qur’an sudah jauh membicarakan dan memberikan informasi tentang pembinaan rumah tangga.Adapun konsep tersebut meliputi beberapa obligasi yang ditujukan kepada civitas ruang lingkup keluarga (semua anggota yang terhimpun dalam rumah tangga).Obligasi itu berupa tuntutan untuk mengaktualisasikan prinsip-prinsip dasar dalam membangun rumah tangga, seperti; menghidupakan masing-masing fungsi anggota keluarga, mejaga keseimbangan internal relasi keluarga, meningkatakn etos kerja dalam memenuhi kebutuhan anggota keluarga. Mengenai bagian bagi konsep diatas ditarjihkan lagi dengan konsep yang ada dalam Al-Qur’an.Adapaun konsep yang relevan dengan Al-Qur’an antara lain sebagai berikut:
1. Al-Qur’an menyarankan kekerasan tidak boleh ada dalam rumah tangga
Dari sekian faktor yang menyebabkan rumah tangga runtuh, dan yang paling dominan dan alasan mendasar menyebabkan perpecahan ialah berawal dari kekerasan, maka Al-Qur’an berpesan dan memberikan kosep agar rumah tangga harus saling memperlakukan dengan cara yang baik, seperti Firman Allah dalam Al-Qur’an :
….
Artinya:Jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf.
2. Al-Qur’an menginginkan dalam berumah tangga tidak boleh ada yang malas (bekerja)
•
Aartinya: Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya
3. Pesan Al-Qur’an dalam rumah tangga itu pasangan harus pandai menjaga diri
• …..
Artinya: Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.
4. Saling mesinergiskan (dalam kebutuhan biologis)
Artinya:”... dan bergaullah dengan mereka secara patut.
5. Al-Qur’an menyuruh dalam berkeluarga tidak boleh egois dan apatis (dalam suatu masalah)
Hal ini Allah SWT, menjelaskan dalam firmanya:
…. •
Artinya: Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.
6. Mendidik dan mengajak keluarga dalam kebaikan dengan cara yang baik
• •
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Dapat ditarik kesimpulan, hidup dalam berkelurga, berorganisasi, berpolitik, berbangsa dan bernegara lebih khususnya seperti, judul permasalahan diatas (berumaha tangga), tidak akan pernah terbebas dari masalah, jika dalam pembangunannya tidak didasari, konsep dan prinsip, serta apa tujuan dari dibentuknya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sekelompok keluarga yang indah masih terkesan sulit diwujudkan. Dengan proses yang begitu panjang keluarga sering sekali dibalut dengan dinamika tantangan dan cobaan, sehingga terkadang keluarga itu ada yang putus diawal, pertengahan, dan diakhir perjalanan roda bahtera rumah tangga.kevalidasian proses pembentukan keluarga (rumah tangga) setiap tahap memiliki proses yang berbeda dan harus dijalani. Keluarga pada awalnya hasil dari formulasi, proses perkawinan, lalu menjadi sebuah bangunan (rumah tangga). Pasca dari itu serta membutuhkan waktu yang tidak singkat berubah jenis kelaminya menjadi keluarga besar atau big family. Kesuksesan segala sesuatu tergantung apa yang melatarbelakanginya dan siapa yang membelakanginya. Kenapa demikian? karena kesuksesan, kebahagian, kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warrahmah (keluarga yang survive dan sinergis), merupakan benda atau keadaan yang bersifat pasif. Konsekuensinya, hal tersebut harus dicari bukan sebaliknya hanya bisa menerima apa adanya tanpa ada usaha. Hal yang terpenting dalam menopang atau mengaktualisasikan apa yang disebut dengan keluarga yang survive dan sinergis dalam bahasa agama disebut keluraga (sakinah, mawaddah danwarrahmah), itu bisa diaktualisasikan dari dua sisi, diantaranya:
a. Menghidupkan fungsi-fungsi anggota keluarga (rumah tangga)
b. Menerapkan atau mengaplikasikan konsep-kosep yang jelas, akurat serta prinsip kolaborasi yang komprehenshif, lebih khususnya pembinaan rumah tangga dengan binaan rumus intervensi Al-Qur’an.
Apabila kedua formula ini, bisa di sinkronisasikan, implikasi logis akan memberikan kontribusi jelas dan berbobot terhadap bahtera rumah tangga, dan akan memberikan warna dan bau yang harum diruang internal keluarga itu sendiri. Konsep ini, semestinya menjadi bahan referensi wajib dalam mengarungi awal sampai akhir dalam berumah tangga. Memilki konsep yang komprehenshif seperti yang sudah dijabarkan dari bab sebelumnya, tidak lain sebagai kiblat orientasi atau agent of soluter, yang mampu memecahkan atas problematika dan dinamika kehidupan keluarga yang belum meratapi ladang keharmonisan pada saat ini dan seterusnya.
B. Saran-saran
Dalam bab akhir ini penulis ingin menyampaikan beberapa saran-saran yang nanti akan memberikan feedback positif bagi penulis sendiri maupun team lainnya yang berkepentingan. Apabila dalam penulisan karya ilmiah dilihat dari konten dan analisis umumnya, terdapat kejanggalan dan belum maksimal dalam memenuhi standar penulisan karya ilmiah yang utuh dan baku, sebab itu penulis sangat mengakui atas semua kekurangan tersebut. Oleh karena itu perlu disarankan hal-hal sebagai berikut.
1. Expectation atau goals dari hasil karya ilmiah ini diharapkan bisa menjadi referensi baru atau sebagai ajang bergengsi untuk mengakomodir serta meminimalisair patologi problematika masyarakat yang sedang terjadi maupun yang akan terjadi pada massa yang tidak terjangkau khususnya dalam bidang patologi sosial keluarga rumah tangga.
2. Melalui even yang sangat bergensi/urgen ini(lomba penulisan kaya ilmiah)disarankan, kepada semua mahasiswa IAIN Mataram, untuk ikut berpartisipasi karena bagaimanapun even ini sangat membantu dalam tugas akhir perkuliahan nanti, secara khusus bagi diri penulis sendiri.
3. Disampaikan kepada pihak atau team penyelenggara lomba karya ilmiah 2012 ini, untuk kedepannya supaya great kompetisi tidak berputar terus hanya pada tataran atau tingkat se-Mahasiswa IAIN Mataram saja, tetapi usahakan bertaraf Nasional, dengan tujuan supaya mahasiswa memilki dan bertambah pengalaman-pengalaman yang menarik dan berbeda.
4. Untuk menarik minat para mahasiswa dalam berkompetisi, mungkin selain riset yang akan dilakukan mahasiswa dalam bentuk sebuah penelitian nantinya, ada baiknya segi material juga mampu menggairahkan minat mahasiswa yang masih tersendat maupun hal problem lainya.
5. Pesan terakhir disampaikan secara hormat sekali lagi kepada bagi penyelenggara (ketua penyelenggara lomba), agar usaha yang sangat positif ini berjalan dengan lancar, permintaan timing juga harus waktu efektif (bukan pada saat menjelang libur saat ini), akan lebih bagus penulis rasa kegiatan ini, tidak menoton hanya satu kali setahun dilaksankan. Kita sebagai mahasiswa umumnya lomba seperti ini kedepannya menjadi hal yang perioritas dalam meningkatkan skill dibidang menulis bagi mahasiswa secara umum.
No comments:
Post a Comment