BAB II
PEMBAHASAN
A. SUMPAH (Aymaan)
1. Pengertian
Sumpah (ayman)
Al-Aymaan adalah jamak (plural) dari kata Yamiin yang
berarti tangan kanan. Penggunaan kata Aymaan dengan makna sumpah disebabkan
kebiasaan orang-orang dahulu yang mengambil sumpah satu sama lain dengan cara
saling memegang tangan kanan. Dalam
terminologi syariat Islam, kata yamiin berarti pernyataan atau penegasan
akan sebuah permasalahan dengan menyebutkan nama Allah SWT, atau salah satu
dari sifat-Nya. Makna
lainnya, adalah janji dari pihak yang melakukannya, sebagai pernyataan
ketegasan atas tekad untuk melaksanakan atau sebaliknya. Kata-kata al-Yamiin, al-Half,
al-‘iila, dan al-Qasam, semuanya memiliki kesamaan apabila ditinjau
dari segi makna yakni: pernyataan seseorang untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu perbuatanyang di kuatkan dengan kata-kata ketergantungan
kepada sesuatu yang sesuai denganketentuan syara’, misalnya ”demi
allah” atau “wallahi, billah, atau “tallah” atau kata-kata yang sejenisnya.
Ulama’ sepakat
bahwa sumpah yang di benarkan atau sesuai dengan syari’at islam adalah sumpah
yang kalimat sumpahnyamenggunakan atau menyebut nama atau sifat Allah seperti:
“Demi Allah”, “Demi Iradat Allah”, dan bertujuan untuk kebaikan dan bukan
penipuan, hal ini berdasarkan firman Allah;
Ÿwur (#ÿrä‹Ï‚Gs?
öNä3uZ»yJ÷ƒr& KxyzyŠ
öNà6oY÷t ¤AÍ”tIsù 7Py‰s% y‰÷èt
$pkÌEqç6èO
(#qè%rä‹s?ur uäþq¡9$#
$yJÎ
óO›?Šy‰|¹ `tã È@‹Î6y™
«!$#
( öä3s9ur ë>#x‹tã
ÒOŠÏàtã ÇÒÍÈ
artinya; “Dan janganlah kamu jadikan
sumpah-sumpahmu sebagai alat penipu di antaramu,yang menyebabkan tergelincir
kakimu sesudah kokoh tegaknya, dan kamu rasakan kemelaratan (di dunia) karena
kamu menghalangi (manusia) dari jalan Allah; dan bagimu azab yang besar”
(Qs.An-Nahl ; 94)[1][1]
2.
Macam-macam Sumpah
a. Sumpah
al-Laghwu (gurauan)
Sumpah
gurauan adalah yang diucapkan tanpa maksud yang sebenarnya, seperti perkataan
seseorang: “Demi Allah, Anda harus makan,” atau “Demi Allah, Anda harus minum,” dan seterusnya. Ungkapan sumpah
tersebut diucapkan bukan dengan maksud sumpah, tapi disebabkan kecerobohan
dalam berbicara.[2][2]
Sumpah seperti ini dianggap tidak mempunyai akibat hukum,
sehingga si pengucap sumpah ini tidak terbebani hukum apa-apa. Hal ini
berdasarkan firman Allah swt;
Ÿw ãNä.ä‹Ï{#xsãƒ
ª!$# Èqøó¯=9$$Î
þ’Îû öNä3ÏZ»yJ÷ƒr&
`Å3»s9ur
Nà2ä‹Ï{#xsム$yJÎ ãN›?‰¤)tã
z`»yJ÷ƒF{$# (
ÿ¼çmè?t»¤ÿs3sù ãP$yèôÛÎ)
ÍouŽ|³tã tûüÅ3»|¡tB
ô`ÏB ÅÝy™÷rr&
$tB
tbqßJÏèôÜè? öNä3ŠÎ=÷dr&
÷rr&
óOßgè?uqó¡Ï. ÷rr& ãƒÌøtrB
7pt6s%u‘
( `yJsù óO©9
ô‰Ågs† ãP$u‹ÅÁsù
ÏpsW»n=rO 5Q$ƒr& 4 y7Ï9ºsŒ
äot»¤ÿx. öNä3ÏY»yJ÷ƒr&
#sŒÎ)
óOçFøÿn=ym 4 (#þqÝàxÿôm$#ur
öNä3oY»yJ÷ƒr& 4 y7Ï9ºx‹x.
ßûÎiüt7ムª!$#
öNä3s9 ¾ÏmÏG»tƒ#uä ÷ä3ª=yès9 tbrãä3ô±n@
ÇÑÒÈ
Artinya : “ Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak
dimaksud (untuk bersumpah), tetapi dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah
yang kamu sengaja, Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan
sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada
keluargamu, atau memberi Pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak.
barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, Maka kaffaratnya puasa
selama tiga hari. yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu
bersumpah (dan kamu langgar). dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah
menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya)”.[3][3]
b. Sumpah Mun’aqadah (sah)
Sumpah
Mun’aqadah ialah sumpah yang diniatkan oleh pelakunya dengan benar-benar
dan tulus. Adapun hukum sumpah ini ialah wajib membayar kafarat apabila
melanggarnya.
c.
Sumpah Ghamuus (palsu)
Sumpah
Ghamuus ialah sumpah dusta yang dapat menghilangkan hak-hak atau yang
bertujuan untuk memalsukan dan mengkhianati hak-hak orang lain. Sumpah palsu termasuk salah satu
dosa besar dan tidak terkena kafarat disebabkan dosanya yang sangat
besar. Oleh karena itu, disebut dengan ghamuus (palsu), karena akan
memasukkan pelakunya ke dalam api neraka jahanam. Hal ini
berkaitan dengan firman Allah:
artinya;
“Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji Allah dan sumpah-sumpah mereka
dengan harga yang sedikit, mereka itutidak mendapat bagian (pahala) di ahirat,
dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada
mereka pada hari kiamat dan tidak pula akan mensucikan mereka, Bagi mereka azab
yang pedih”(Qs. Ali Imran;77)[4][4]
d. Disyaratkan bagi orang yang
bersumpah:
a.
Mukallaf,tidak sah sumpah anak
kecil,orang gila, dan orang tidur.
b.
Dengan kemauan sendiri,tidaklah sah
sumpah orang yang terpaksa.
c.
Dapat berbicara,tidak sah sumpah
orang yang bisu dengan isyarat sebagainya.
3.
Ada pun Kegunaan Sumpah Adalah
berikut ini;
a. Untuk menangkis tuduhan yang dilancarakan orang terhadap
penggugat.Sumpah ini diucapkan oleh orang yang mengingkari tuduhan tersebut.
b. Untuk menyatakan kebenaran diri,pribadi.
c. Untuk berlaku jujur dalam suatu tugas,atau jabatan yang
diserah orang,dalam arti bahawa seorang dalam jabatannya tidakan berlaku
curang.
4.
Hal-Hal yang Dapat Digunakan untuk
Bersumpah
Bersumpah itu hanya bisa dilakukan dengan menggunakan
nama-nama Allah atau sifat-sifat-Nya. Karena, Nabi saw. bersumpah dengan Allah,
Zat yang tiada Tuhan selain-Nya dan bersumpah dengan ucapannya, “Demi Zat yang
jiwa ragaku berada pada kekuasaan-Nya.” Demikian pula, Jibril as bersumpah
dengan sifat izzah (menang/kuasa) Allah, maka Jibril berkata, “Demi sifat
izzah-Mu (sifat kemenangan-Mu/kekuasaan-Mu) seseorang tidak akan mendengarkan
surga kecuali dia pasti memasukinya.” (HR Tirmizi seraya menyahihkannya).
Dengan demikian, seseorang tidak boleh bersumpah dengan
selain nama-nama dan sifat-sifat Allah SWT, baik bersumpah dengan sesuatu yang
diagungkan dan dimulyakan Allah atau bersumpah dengan Nabi saw. Hal ini
berdasarkan sabda Nabi saw yang artinyai:“Barangsiapa
bersumpah, hendaknya dia bersumpah dengan Allah, atau (jika tidak) hendaknya dia
berdiam diri.” (HR Bukhari dan Muslim).
“Janganlah bersumpah,
kecuali dengan Allah, dan janganlah bersumpah kecuali kamu dalam keadaan
benar.” (HR Abu Daud dan Nasa’i).
“Barangsiapa bersumpah
dengan selain Allah, maka dia telah musyrik.” (HR Ahmad).
“Barangsiapa bersumpah dengan selain
Allah, maka dia telah kafir.”
(HR Abu Daud dan al-Hakim).[6][6]
5.
Kafarat (Denda) Sumpah
Kata
kafarat merupakan bentuk mubalaghah dari al-kufru yang
berarti as-sitru (penutup). Maksud kata tersebut pada bahasan ini, ialah
semua bentuk perbuatan yang dapat menghapuskan dan menutupi sebagian dosa,
sehingga tidak ada lagi pengaruh sangsi atas suatu perbuatan, baik di dunia
maupun di akhirat kelak.
Bentuk-bentuk
perbuatan yang dinyatakan sah sebagai kafarat sumpah atas suatu
pelanggaran sumpah adalah:
a. Memberi makanan
Mayoritas
ahli fiqih mensyaratkan pemberian makanan mesti untuk sepuluh orang miskin
muslim, menurut Abu Hanifah, dibolehkan memberikan makanan untuk satu orang
saja selama sepuluh hari.
b. Memberi pakaian
Standar
pakaian yang memadai atau layak adalah yang dikenakan oleh orang yang melakukan
kafarat.
c. Memerdekakan budak
Mayoritas ulama berpendapat bahwa budak yang dimerdekakan
harus beragama Islam atas dasar analogi dengan kafarat pembunuhan dan zihar.
Hal tersebut dimuat dalam teks Al-Qur’an: “Maka wajib memerdekaan budak yang
mukmin.” (al-Nissa: 92)
Dibolehkan
untuk memilih melaksanakan kewajiban puasa selama tiga hari, bila tidak mampu
melaksanakan salah satu dari hal di atas.
Ketiga
pilihan di atas dilaksanakan secara tertib dan tersusun, artinya berawal dari
pilihan yang paling ringan hingga yang berat. Pertama memberi pakaian sebagai
pilihan kedua, dan memerdekakan budak adalah pilihan terakhir. Hal tersebut
dimuat dalam firman Allah SWT;
“…Maka
kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi Makan sepuluh orang miskin,
Yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi
pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. barang siapa tidak
sanggup melakukan yang demikian, Maka kaffaratnya puasa selama tiga hari.” (Al-Maa’idah: 89)
6.
Larangan Bersumpah dengan Nama
Selain Allah
Jika
sumpah dinyatakan tidak sah tanpa menyebut nama atau salah satu sifat Allah,
maka haram hukumnya bersumpah dengan menyebut selain-Nya, karena sumpah
merupakan pengagungan atas nama yang disebutkan. Dan hanya Allah yang berhak
menerima pengagungan tersebut.
Sedangkan
bersumpah dengan menyebut selain-Nya, seperti demi Nabi, demi wali, demi
orangtuaku, demi ka’bah atau semisalnya, sumpahnya batal dan tidak terkena kafarat
jika melanggar, namun ia tetap berdosa karena mengagungkan selain Allah.
7.
Kebolehan Melanggar Sumpah Atas
Dasar Kemaslahatan
Pada
dasarnya, orang yang bersumpah harus menunaikan apa yang telah disumpahkannya.
Namun, dibolehkan membatalkan untuk melaksanakan sumpahnya bila ia berpandangan
ada kemaslahatan yang lebih utama. Allah SWT berfirman;
“Jangahlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai
penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa dan Mengadakan ishlah (berbuat
baik) di antara manusia dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (Al-Baqarah: 224)
Penjelasan
ayat, janganlah kamu melakukan sumpah dengan menggunakan nama Allah sebagai
penghalang bagimu dalam berbuat baik, takwa, dan perbaikan. Maksudnya, melarang bersumpah dengan
mempergunakan nama Allah untuk tidak mengerjakan yang baik, seperti: demi
Allah, saya tidak akan membantu anak yatim. Tetapi apabila sumpah itu telah terucapkan, haruslah
dilanggar dengan membayar kafarat.[7][7]
B.
Nazar
1.
Pengertian Nazar
Nazar
adalah mewajibkan kepada diri sendiri sebuah ibadah yang pada dasarnya tidak
wajib dengan menggunakan lafaz yang menunjukkan hal itu. Seperti berkata, “Jika
Allah menyembuhkan penyakitku, aku akan berpuasa selama tiga hari .”Suatu nazar dinyatakan sah,
apabila dilakukan oleh orang balig, berakal, mampu memilih (tidak ada paksaan),
meski mereka tidak beragama Islam.[8][8]
2.
Macam-macam
Nazar
a.
Menjanjikan
ibadah apabila mendapat nikmat atau terhindar dari bahaya.
3.
Syarat-syarat
Nazar
a. Islam
b. Mukallaf
c. Berakal
Tidaklah sah nazar orang yang kafir,anak-anak,orang gila,dan
nazarnya orang yang kurang waras.
4. Hal-hal yang tidak boleh di
nazarkan;
a. Barang yang wajib dikerjakan menurut
syara’,umpamanya,shalat lima waktu(shalat wajib),puasa,dan sebagainya.Hal ini
karena nazar menjdikan wajib sesuatu yang sesungguhnya tidak wajib menurut
syara’,sedangkan shlat lima waktu adalah wajib.
b. Barang yang tidak dapat dikerjakan karena berat,kuka,dan
sebagainya.
c. Perbuatan yang maksiat, sebab melanggar aturan Allah SWT.,bukan untuk menjauhinya.
d. Orang yang tidak dimiliki, baik hamba ataupun orang yang merdeka.
5. Sah atau Tidaknya Nazar Dinyatakan
Nazar
dinyatakan sah, apabila dimaksudkan sebagai bentuk pendekatan (taqarrub) kepada
Allah. Nazar seperti itu wajib dipenuhi atau dilaksanakan. Sedangkan nazar dengan maksud
melakukan maksiat kepada Allah, dinyatakan tidak sah untuk dilaksanakan,
seperti bernazar meminum khamar, membunuh, meninggalkan shalat, atau menyakiti
orang tua. Apabila bernazar seperti demikian, maka tidak wajib memenuhinya,
bahkan haram melakukannya, dan tidak kafarat bagi pelanggarnya, karena
nazar tersebut tidak sah.
6. Kafarat Nazar
Seseorang
bernazar, akan tetapi ia melanggar atau membatalkannya, maka ia wajib membayar kafarat.
Sebagaimana dijelaskan dalam riwayat dari Uqbah bin Amir, bahwa Rasulullah SAW
bersabda yang artinya;
“Kafarat
nazar jika tidak disebutkan secara mendetail, maka digolongkan sebagai kafarat
sumpah.” (HR Ibnu
Majah dan Tirmidzi)
7. Meninggal Dunia Sebelum Memenuhi Nazar Puasa
Dalam
riwayat dari Ibnu Majah disebutkan bahwa seorang wanita bertanya kepada Rasulullah
SAW: “Ibuku telah meninggal dunia, namun ia meninggal dunia sebelum memenuhi
nazar puasanya. “Rasulullah menjawab, “Hendaknya Walinya yang melakukan puasa
tersebut.”
8. Nazar Yang Mewajibkan Kaffarah
Sebagaimana keadaan sumpah,nazar yang tidak di
penuhi oleh orang yang bernazar wajib dibayarkan kaffarahnya:
1.
Karena Nazar itu dalam perkara
maksiat,ketika itu haram dipenuhi nazar itu.
2.
Pada barang yang tidak dapat dikerjakan,karena
berat,susah,dan sebagainya.
3.
Karena nazar itu tidak
disebut,umpamanya seseorang mengatakan,”jika penyakitku sembuh aku
bernazar”dan sebagainya,tanpa menyebutkan nazarnya.
Sabda Rasulullah SAW. Yang Artinya:
“Dari ibnu Abbas r.a.,ia
berkata,Rasulullah SAW.’Barang siapa yang bernazar dengan suatu nazar,yang
tidak disebutkannya,kaffarahnya ialah kaffarah sumpah.Dan barang siapa yang
bernazar dengan suatu nazar dalam hal maksiat,kaffarahnya adalah kaffarah sumpah,dan
barang siapa yang bersumpah yang dapat di lakukannya,hendaklah ia bersumpah
nazarnya itu,”.(H.R.Dawud dan
Tirmizi).
Syafi’I dan maliki berkata,”Tidak
wajib kaffarah dalam nazar maksiat,sebab nazar itu tidak sah.Adapun hadis
yang menyebutkan kaffarah hanyalah sekadar hardik atau menakut-nakut seseorang
agar tidak bernazar dalam perkara maksiat.[10][10]
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Sumpah
adalah janji dari yang malakukannya, sebagai pernyataan ketegasan atas tekad
untuk melaksankan atau sebaliknya. Sebuah sumpah dinyatakan sah apabila
dilakukan dengan menyebut nama Allah atau salah satu dari Sifat-nya, seperti Waqudratillahi
(Demi Kekuasaan Allah). Jika sumpah dinyatakan tidak sah apabila tidak
menyebut nama Allah atau salah satu dari Sifat-Nya, maka haram hukumnya
bersumpah dengan menyebut selain-Nya, karena sumpah merupakan pengagungan atas
nama yang disebutkan.
Apabila
sumpah itu di langgar maka harus melakukan kafarat (denda), adapun
bentuk-bentuk yang dinyatakan sah sebagai kafarat (denda) sumpah atas suatu
pelanggaran sumpah, yaitu memberi makanan, memberi pakaian, dan memerdekaan
budak. Apabila tidak mampu melaksanakan salah satu dari itu maka dibolehkan
untuk memilih melaksanakan kewajiban puasa selama tiga hari.
Sedangkan
nazar adalah mewajibkan kepada diri sendiri sebuah ibadah yang pada dasarnya
tidak wajib menjadi wajib. Nazar dinyatakan sah, apabila dimaksudkan sebagai
bentuk pendekatan (taqarub) kepada Allah. Apabila seseorang bernazar, akan
tetapi ia melanggarnya atau membatalkannya, maka ia wajib membayar kafarat,
tetapi kafarat nazar tidak disebutkan secara mendetail dalam hadits nabi pun di
jelaskan bahwa kafarat nazar itu digolongkan sebagai kafarat sumpah.
[1][1] Hasan saleh,kajian fiqh nabawi
dan fiqh kontemporer(Jakarta, PT
Raja Grafindo Persada;2008).hlm.242..
No comments:
Post a Comment