Pages - Menu

Thursday, October 22, 2015

My English Book it's first my book, if u interested you can contact me in 087864000671

Monday, November 24, 2014

LAW OFFICE IN ACTION”[1]
By : Sumerah, S.HI

Kali ini kembali lagi kami (An Law Office Ainuddin, SH., MH & Partner) bersama anda dalam wacana lanjutan seputar dunia hukum (termasuk sejauh mana kita sudah memahami hukum, menerapkan hukum serta seberapa besar kita sudah membela, membantu sesama khususnya bagi hak-hak hukumnya dicedarai oleh orang-orang tertentu). Terbitnya tulisan ini diperuntukan untuk publik guna untuk saling  mengenal yang satu dengan yan lain, terutama agar mengenal kami sebagai penegak hukum yang ada di Wilayah Nusa Tenggar Barat.
Dalam opini episod ini, kami akan menggambarkan sekilas bagaimana kami berfikir, bekerja, saling membatu dengan masyarakat luas khususnya (Warga Negara Indonesia), bahkan dengan warga negara luar (WNA) tentu dalam hal ini aksi kami bergelut dalam hal atau bidang penegakkan hukum (law enforcemnt) itu sendiri. Namun sebelum terlalu luas kami akan menjelaskan dan berbagi secara sistematis dengan para pembaca sekalian artinya sebelum kami menyinggung hal yang subtantif (gambaran kinerja kami dalam menangani perkara baik dari jenis-jenis maupun hal lain). Ini kami pikir sangat urgen dikarenakn selama ini masyarakat selalu memberikan stigma negatif terkait profesi yang kami geluti ini. Oleh karenanya ada baik anda sekalian mencoba lirik kami dengan elemen-elemen atau methode-methode yang ada di internal kami. Di bawah ini kami akan menjelaskan bagaimana An Law Office Ainuddin, SH., MH & Partner  bekerja secara profesional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada di negara kita tentunya.
Yang pertama this is law office statement tentang advokat.
Menurut kami setiap advokat untuk secara sungguh-sungguh mewujudkan peran sebagai penegak hukum dalam realitas pergumulan kehidupan berbangsa dan bernegara. Peran dan tanggung jawab ini tidak gampang. Bahkan, berat dan penuh tantangan. Sebab, peran dan tanggungjawab itu diemban pada saat dan di tengah badai krisis penegakan hukum (law enforcement crisis) di negeri ini yang telah menimbulkan krisis kepercayaan dan konfidens publik pada hukum dan penegakan hukum yang dominan disebabkan krisis integritas dan krisis kredibilitas para penegak hukum, termasuk para advokat itu sendiri. Krisis ini menyebabkan hilangnya respek masyarakat terhadap profesi penegak hukum. Sementara di sisi lain kita menyakini betapa pentingnya peran profesi penegak hukum dalam mengaktualisasikan kesejatian predikat Negara Demokratis Hukum Indonesia. Penegak hukumlah yang memberi nafas kehidupan pada “law in the book” dalam aktualisasinya sebagai “law in action”. Penegak hukum yang memiliki integritas dan kredibilitas membuat “law in the book” itu menjadi hukum yang memiliki integritas dan kredibilitas dalam “law in action”, betapapun buruknya “law in the book” itu. Sebaliknya, betapapun baik dan agungnya “law in the book”, tetapi ketika penegak hukumnya memiliki integritas dan kredibilitas yang buruk, maka hukum itu jadi buruk. Tidak memiliki integritas dan kredibilitas yang kemudian tidak dapat menjadi tumpuan harapan untuk menjaga, menegakkan, dan mengembangkan peradaban, keadilan, dan membantu penyelesaian konflik dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara, baik dalam relasi antara sesama warga masyarakat, maupun dalam relasi antara warga masyarakat dengan negara. Hukum yang buruk ini tidak dapat diharapkan dapat menciptakan suatu civilized society, yakni suatu masyarakat yang antara para individunya saling menghormati dan menghargai satu dengan yang lainnya, dan tidak pula dapat menciptakan suatu decent society (masyarakat yang baik), yakni suatu masyakat yang institusi-institusi dalam masyarakat itu, termasuk institusi negara, menghormati dan menghargai hak-hak setiap warganya.
Kami pun (An Law Office Ainuddin, SH., MH & Partner) sangat sadar sebagai penegak hukum. Dalam nalar kami sejatinya penegak hukum itu kurang lebih seperti ini; Penegakan Hukum (law enforcement) dalam arti luas mencakup kegiatan untuk melaksanakan dan menerapkan hukum serta melakukan tindakan hukum terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum, baik melalui prosedur peradilan ataupun me­lalui prosedur arbitrase dan mekanisme penyelesaian seng­keta lainnya (alternative desputes or conflicts resolu­tion). Bah­kan, dalam pengertian yang lebih luas lagi, kegiat­an pe­ne­gakan hukum mencakup pula segala aktifitas yang di­mak­sudkan agar hukum sebagai perangkat kaedah norma­tif yang mengatur dan mengikat para subjek hukum dalam se­gala aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara benar-be­nar ditaati dan sungguh-sungguh dijalankan sebagaimana mesti­nya. Dalam arti sempit, penegakan hukum itu me­nyang­kut kegiatan penindakan terhadap setiap pelanggaran atau pe­nyimpangan terhadap peraturan perundang-undang­an, khu­susnya yang lebih sempit lagi melalui proses per­adil­an pidana yang melibatkan peran aparat kepolisian, ke­jak­saan, advokat atau pengacara, dan badan-badan per­adilan.
Karena itu, dalam arti sempit, aktor-aktor utama yang peranan­nya sangat menonjol dalam proses penegakan hu­kum itu adalah polisi, jaksa, pengacara dan hakim. Para pe­ne­gak hukum ini dapat dilihat pertama-tama sebagai orang atau unsur manusia dengan kualitas, kualifikasi, dan kultur kerjanya masing-masing. Dalam pengertian demikian perso­alan penegakan hukum tergantung aktor, pelaku, peja­bat atau aparat penegak hukum itu sendiri. Penegak hukum dapat pula dilihat sebagai institusi, badan atau orga­nisasi dengan kualitas birokrasinya sendiri-sendiri. Dalam kaitan itu kita melihat penegakan hukum dari kaca­mata kelembagaan yang pada kenyataannya, belum terinsti­tusio­na­lisasikan secara rasional dan impersonal (institutio­na­lized). Namun, kedua perspektif tersebut perlu dipahami secara komprehensif dengan melihat pula keterkaitannya satu sama lain serta keterkaitannya dengan berbagai faktor.
Sehingga menurut kami “pengacara” khususnsya di mana titah kita sebagai actor penegak keadilan sangatalah penting untuk kami hadir di tengah-tengah masyarakat yang sangat majemuk ini. Dan pada perisnsip bisa kita simpulkan “tidaklah logis” atas kemunculan opini-opini yang kurang konstruktif dari kalangan masyarakat kaitannya dengan dunia advokat itu sendiri. Realitanya dikatakan advokat itu adalah bagian yang tak boleh dimarjinalkan atau dipisahkan dengan kehidupan kita karena ia sangatlah penting sebagai media atau alat (tools) untuk bisa mendapatkan makna  dari kehidupan yang adil dan sejahtera sesuai dengan impian dan notaben negara kita, negara hukum maka layaknya sebagai warga negara hendak tahu dan tunduk terhadap hukum demi terciptanya keadilan dan ksejahteraan tersebut. Dengan demikian, profesi advokat memiliki peran penting dalam upaya penegakan hukum. Setiap proses hukum, baik pidana, perdata, tata usaha negara, bahkan tata negara, selalu melibatkan profesi advokat yang kedudukannya setara dengan penegak hukum lainnya. Dalam upaya pemberantasan korupsi, terutama praktik mafia peradilan, advokat dapat berperan besar dengan memutus mata rantai praktik mafia peradilan yang terjadi. 
Law office on the right side principle (berdiri di atas kebenaran adalah perisnsip kami)
Satu kalimat menurut kami sangat tepat lalu itu kami jadikan sebagai paramater  dalam berbuat, kalimat tersebut ialah “perkataan harus sesuai dengan perbuatan dan antara perbuatan dengan perkataan harus berdasarkan aturan yang benar”. Dalam menjalankan aktivitas kami (An Law Office Ainuddin, SH., MH & Partner) selalu bernaung dibawah kendali atau koridor kalimat di atas, karena bagi kami “yang benar tetaplah benar sebaliknya yang salah tetaplah salah”, tak boleh rekayasa apalagi kami sebagai pengacara tidak ada perinsip kami merekayasa yang salah menjadi benar apalagi membenarkan yang salah. Pepatah yang mengatakan “tak gentar membela yang benar” kata bijak ini pula kami jadikan sebagai pijakan dalam berbuat. Perinsip kami selalu waspada agar tetap berada pada perinsip atau dasar yang benar, dengan kebenaran tersebut maka kita akan menjadi orang yang benar, pembela yang benar, membela yang benara serta menghasilkan hasil yang benar. Memang hal ini tidaklah mudah tetapi bagi kami mencoba dan terus mencoba serta kemauan yang tinggi tidaklah mustahil hal ini mampu kami wujudkan dalam dunia keadvokasian (lawyer practice). Perlu kira untuk kami berbagi bahwa di internal kami memiliki perinsip dalam berpraktik (menjalankan tugas sebagai lawyer/penegak hukum) yaitu; “JUISTIA” (jujur, istiqomah, dan amanah) kalimat ini tak ubahnya sebagai bukti dan dasar kami melakukan aktivitas sehari-hari menjadi seorang advokat atau lawyer.
JUISTIA” (jujur, istiqomah, dan amanah) adalah perinsip kami, mungkin ada baiknya pula kami share seperti apa pandangan kami mengenai kalimat ini. Jujur, istiqomah, dan manah ungkapan yang sangat indah serta memiliki sejuta makna yang indah pula. Menurut versi kami (An Law Office Ainuddin, SH., MH & Partner) makna dari “Juistia” kurang lebihnya seperti ini; JUJUR. Jujur adalah suatu sikap yang mencerminkan adanya kesesuaian antara hati, perkataan dan perbuatan. Apa yang diniatkan oleh hati, diucapkan oleh lisan/mulut dan ditampilkan dalam perbuatan memang itulah yang sesungguhnya terjadi dan sebenarnya. Kejujuran sangat erat kaitannya dengan hati nurani. Hati nurani senantiasa mengajak manusia kepada kebaikan dan kejujuran. Namun terkadang kita enggan mengikuti hati nurani dikarenakan kita lebih mengikuti keinginan hawa nafsu. Kejujuran dapat membawa kebenaran, kebenaran dapat mengantarkan seseorang ke surganya Allah SWT. ISTIQOMAH. Istiqomah berarti sikap kukuh pada pendirian dan konsekuen dalam tindakan. Dalam makna yang luas, istiqomah adalah sikap teguh dalam melakukan suatu kebaikan, membela dan mempertahankan keimanan dan keislaman, walaupun menghadapi berbagai macam tantangan dan godaan. AMANAH. Amanah artinya terpercaya (dapat dipercaya). Maksudnya sifat yang mencerminkan kemampuan sesorang menerima, menyampaikan dan menjaga segala sesuatu yang telah disampaikan orang lain kepadanya. Amanah dapat berupa pesan, ucapan, perbuatan, harta, tugas atau tanggung jawab yang harus dilaksanakan. Dengan demikian orang yang dapat menjaga amanah biasanya disebut orang yang bertanggung jawab. Sebaliknya, orang yang tidak menjaga amanah disebut orang khianat / tidak bertanggung jawab. Ke tiga kata ini sudah terpatri dalam jiwa An Law Office Ainuddin, SH., MH & Partner, sekaligus sebagai basis yang sangat fundamental dalam menjalankan tugas sebagai advokat baik secara individu maupun kelompok.
Law office on fair operation job (kemandirian dalam menangi kasus)
Ada argumentasi mengatakan dengan kita bergelut dan berkecimpung di dunia davokat, itu sesungguhnya kita sedang berada di dunia “persilatan lidah, dunia rekayasa, dunia neraka, dunia hedonis dan fragmatis”. Secara sepintas kita melihat kata-kata ini memang sebetulnya sangat menusuk, namun kalau kita pandang dengan sudut pandang yang lebih mendalam sesungguhnya kalimat tersebut merupakan kalimat teguran sekaligus sebagai anjaran yang benar yang mesti kita harus jadikan sebagai pedoman kehidupan. Kita akui sebagai manusia memang tak pernah lepas dari “dosa dan salah” ini memang sudah menjadi takdir yang diletakkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dalam diri manusia. Namun bukankah “salah dan dosa” itu menimbulkan konsekuensi yang tidak baik bagi manusia, sepertinya tidak salah kita kadang-kadang melakukan kesalahan dan dosa (bentuk takdir sebagai manusia), tetapi kita akan menjadi manusia yang salah jika kita “terus-menerus melakukan kesalahan dan dosa-dosa” tanpa ada usaha untuk meminimalisir hal tersebut.  
Kami (An Law Office Ainuddin, SH., MH & Partner) tidak menginginkan di dunia akvokat di labelkan sebagai “dunia persilatan lidah, dunia rekayasa, dunia neraka, dunia hedonis dan fragmatis”. Sehingga dalam praktik kami khususnya menangani perkara atau sebuah kasus tidak pernah memandang bulu (milih-milih kasus tau minta-minta kasus), seperti yang kita dengar ada isu “oknum atau pengacara” yang minta kasus atau milih-milih kasus yang hanya orientasi untuk mendapatkan “segudang uang” sebagai bayaran. Mungkin  ini sebagai dasar sebagian masyarakat bahwa pengacara, lawyer atau advokat dilebelkan sebagamaina kalimat di atas. Dengan menangani kasus secara “fair” sebagaimana ini menjadi komitment kami di internal Law Office. Respon, reputasi serta prestasi kami sebagai pengacara cukup signifikan (baik) di kalngan masyarakat khususnya di Nusa Tenggara Barat, sebetulnya tidak hanya dari kalangan teritorial (wilayah NTB) dan primordialisme saja bahkan kami berhasil mengambil perhatian serta apresiasi yang positif dari kalangan Warga Negara luar.
Misalkan sejak awal kami (An Law Office Ainuddin, SH., MH & Partner) berhasil menyelesaikan sengketa hukum warga negara luar seperti Amerika Serikat, Australia, Belanda, Jerman dan masih banyak lagi. Keberhasilan ini kami kira tidak semata-mata berdsarkan kepinteran bernegosiasi, berinteraksi, berkomunikasi atau menjalin link namun ini semua berkat atas keitiqomahan dan tidak mendiskriminasikan sebuah kasus (merekayasa kasus), apalagi kerja hanya melihat uang saja tentunya ini bagi kami tidak demikian. Mungkin yang bisa kami rekomendasikan ialah khususnya bagi para penegak hukum (polisi, jaksa, hakim pengacara) hendaknya sebagai penegak hukum haruslah berlaku bijaksana tanpa ada diskriminasi dengan alasan ada kepentingan dibalik bebijakan yang dikeluarkan.
Jadilah orang penting di atas kepentingan orang lain yang benar dengan kebenarannya, dan jadilah orang yang benar di atas kebenaran. Serta selesaikanlah sebuah sengketa dengan cara yang benar, tidak merekayasa sebuah kasus, tidak salah mengadvokasi dan tidak keliru juga dalam memberikan keputusan. Terkahir semua akan menjadi salah, keliru ambur-adul, tidak adil, tidak pasti, tidak tepat, ini semua tergantung di tangan kita semua, menjadi adilah wahai para (polisi, jaksa, hakim pengacara).



[1] Law Office yaitu Kantor Pengacara dengan nama lengkap An Law Office Ainuddin, SH., MH & Partner yang beralamat di Jln. Koperasi No. 160x Pelembak-Ampenan.
“SOCIAL CARE AN LAW OFFICE”
(KIPRAH AN LAW OFFICE AINUDDIN, SH., MH & PARTNER DI DUNIA PENDIDIKAN SOSIAL MASYARAKAT)
By : SUMERAH, S.HI
Money oriented merupakan istilah yang tidak asing lagi ditelinga kita. Sehingga dalam segala urusan dan aktivitas manusia diarahkan (dihajatkan) hanya uang semata. Hal ini senada dengan kalimat yang tidak kalah populernya lagi yaitu “time is money, and we can get everything with money”. Pertanyaan kita hari ini adalah “cukupkah” kita dengan “uang” lalu kita bisa hidup bahagia ? pertanyaan ini sekaligus menjadi soal dalam hidup dan kehidupan kita, barangkali ada yang menjawab “ya” uang adalah  segalanya. Tapi tak bisa dipungkiri juga ada pihak lain yang berani maupun diri kita msing-masing menjawab “uang bukan untuk segala-galanya”. Menurut hemat kami (AN LAW OFFICE AINUDDIN, SH. MH., & PARTNER) kata atau kalimat yang ke dua inilah jawaban atau bentuk komentar yang cukup representative dari pada jawaban sebelumnya. Dalam tataran implementasi kami pun melakukan hal demikian tidak hanya sebatas retorika. Bagi kami nama seorang advokat atau pengacara dan bahasa trend-nya disebut sebagai lawyer dalam benak kami tidak mau kami mendengar sebuah anggapan (persumtion) masayarakat seorang lawyer itu hanya uang saja di otak mereka. Dan menurut kami ini menjadi tanggung jawab kita semua khususnya para advokat. Dari pernyataan ini sebenarnya banyak hal yang bisa kita ambil hikmah dan pelajarannya. Beranjak dari fenomena ini kami mencoba melakukan sebuah kegiatan yang memang bertujuan untuk membangun paradigma baru masyarakat terkait peran advokat itu sendiri.
Menurut hemat kami hal yang terpenting dalam melakukan segala sesuatu tarulah kita bicara masalah peran advokat itu sendiri, misalkan saja tugas kita sebagai advokat adalah melayani, mengadvokasi, membantu atau menyelesaian sebuah masalah atau persoalan dari masyarakat pencari keadilan. Namun moment seperti ini mungkin yang banyak dimamfaatkan para lawyer di mana masyarakat atau klien dalam mencari keadilan dan meminta bantuan kepada kita (lawyer) akan hak-haknya seorang klien sering kali seorang advokat menganggap ini merupakan moment yang bagus untuk mendapatkan bandelan-bandelan rupiah atau tumpukan-tumpukan coin dolars dalam jumlah yang tidak sedikit. Inilah sumber kepercayaan (the truth resources) seorang lawyer/ Pengacara dalam kaca mata masyarakat dianggap hanya memeras uang saja al hasil nonsense. Secara de-facto atau analisis empiris guna merespon stigma ini tidaklah perlu kiranya saling mengklaim atau menyalahkan yang satu dengan yang lain dengan niat hendak mengetahui siapa yang salah dan siapa yang benar, tentunya ini bukanlah sebuah solusi yang tepat menurut kami dan hal ini tidak akan menyelesaikan masalah-masalah dan hanya menambah permasalahan semata. Untuk menepis anggapan ini haruslah ada kesadaran (awarness / conciousness) dalam diri seorang, terlebih kepada seorang diri advokat. Dengan membangun kesadaran tersebut berarti pertanda secara sedikit demi sedikit stigma negatif yang dicapkan kepada seorang advokat itu akan melebur dengan sendirinya.
Tanggung jawab sosial  (social responsibilty) menjadi sebuah tugas dan kewajiban pokok bagi seluruh lembaga atau instansi pemerintah baik lembaga formal atau non-formal.  Hal ini dalam internal kami (AN LAW OFFICE AINUDDIN, SH. MH., & PARTNER) sangatlah peka akan hal tersebut. Guna menjaga kosistensi antara pernyataan dengan tindakan, untuk itu kami secara internal telah membenah diri serta melakukan beberapa aktivitas atau kegiatan yang bertujuan terwujudnya kebaikan dan kemaslahatan kita bersama. Dengan rasa kepedulian yang tinggi dalam hal ini kami ikut ambil bagian dari tugas pemerintah khususnya di dunia pendidikan. Di sela kesibukan kami mendampingi serta mengadvokasi para klien kami, ini bukan menjadi alasan bagi kami untuk meninggalkan kewajiban atau lupa akan kontribusi bagi masyarakat umum khususnya dalam bidang pendidikan. Dalam beberapa waktu terkahir ini kami sering memberikan beberapa pelayanan (service), pelatihan (training) dan masih banyak lagi kegiatan lain. Seperti gambar di atas ini kami lakukan bukan semata-mata mengharapkan imbalan sesungguhnya melainkan kami hajatkan untuk meciptakan SDM yang lebih baik dan berkualitas khusunya dalam membantu tugas pemerintah bagi pengembangan pendidikan formal seperti pendidikan di internal institusi dan lembaga lainnya.

Tanggung jawab sosial juga kami terus suarakan di internal kami (AN LAW OFFICE AINUDDIN, SH. MH., & PARTNER) sehingga alhasil sudah sekian kalinya dipercaya oleh beberapa lembaga dalam hal ini Perguruan Tinggi yang ada di Nusa Tenggara Barat (NTB) terus menjalin hubungan kerjasama yang baik misalkan kami dipercaya dan terus diminta sebagai tempat belajar seperti PKL, KKN, magang, tidak hanya itu melainkan juga diminta serta direkomendasikan sebagai team pengajar luar biasa (sebagai pengajar ilmu keadvokasian, hukum acara pidana, serta menjadi instruktur pelatihan simulasi persidangan selama 2 tahun terkahir ini) di beberapa institusi atau Universitas yang ada di NTB ini. Menjalin hubungan yang baik, terus berkontribusi dan memberikan pelayanan terbaik bagi kami (AN LAW OFFICE AINUDDIN, SH. MH., & PARTNER) adalah tujuan paling utama dalam mengemban profesi sebagai advokat. Berperan aktif dalam membantu pemerintah, mencerdaskan anak bangsa ialah bagian tanggung jawab kita bersama serta menjadikan kami tambah semagat dalam berkarya menjadi lebih baik. Menurut hemat kami hal demikian tidak seberapa nilainya, namun konsen kami dengan memulai dan berani terjun lapangan adalah langkah yang cukup stategis dalam mengabdi demi kepentingan publik (cukup strategis membantu dalam meningkatan kualitas pendididkan anak bangsa). Dengan demikian harapan kami ini juga sebagai jawaban terhadap kesan-kesan negatif (streotype) yang masih bergelimang sampai saat ini dalam diri masayarakat terkait keberadaan serta peran serorang advokat yang dianggap kurang bermasyarakat. Terus berkarya, belajar, bekerja dan memberikan pelayanan terbaik adalah roh profesi dan tugas utama lembaga kami, ini statement  dari direktur An Law Office  Ainuddin, SH., MH. (sedang menyelesaikan Program Doktor Ilmu Hukum Di Fakultas Hukum UNRAM).

Thursday, May 8, 2014

SKRIPSI KU 2014





LARANGAN TRADISI KAWINBESOPO’DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI KASUS DI DUSUN BATU TAMBUN KECAMATAN JEROWARU KABUPATEN LOMBOK TIMUR)

SKRIPSI
Oleh
SUMERAH
NIM 152 102 001


JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MATARAM 
2014

HTN



IKHTISAR ILMU PERBANDINGAN HUKUM TATA NEGARA
Kuliah Perbandingan Hukum Tata Negara, Prof. Dr. R. Soemantri Martosoewignjo, S.H.
1.PENGGUNAAN ISTILAH
Suatu istilah kita pergunakan untuk menentukan apa yang hendak kita berikan sebagai pengertian, sehingga dengan demikian penggunaannya akan mempengaruhi pula ruang lingkup persoalan yang hendak kita kupas atau kita selidiki.
Terdapat 2 (dua) istilah yang digunakan dalam lingkup ilmu yang sedang kita pelajari ini, yaitu perbandingan hukum dan hukum perbandingan. Penggunaan istilah yang berbeda-beda di lingkungan dunia ilmu pengetahuan hukum di Indonesia ini, ternyata juga sebagai dampak dari dipergunakannya 2 (dua) macam istilah di Eropa Kontinental, yaitu :
a.vergelijkendrecht dan rechtvergelijking (Belanda);
b.vergleichendes dan rechtsvergleichung (Jerman);
c.droit compare dan la methode compare (Perancis).
Apakah yang dimaksud dengan perbandingan hukum tatanegara atau hukum tatanegara perbandingan? Untuk mengetahuinya, kita harus memulai dengan pertanyaan: “Apakah perbandingan hukum atau hukum perbandingan itu?”
Suitens-Bourgois mengatakan bahwa perbandingan hukum bukanlah cabang dari hukum, ia bukan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri seperti misalnya hukum perdata, hukum dagang, hukum tatanegara, hukum internasional, dan sebagainya. Selanjutnya dikatakan bahwa perbandingan hukum adalah satu metode perbandingan yang diterapkan pada ilmu hukum, pada bermacam-macam mata kuliah hukum. Oleh karenanya, perbandingan hukum bukanlah suatu ilmu pengetahuan, akan tetapi ia hanyalah metode kerja dalam bentuk perbandingan. Hal ini dapat dibuktikan bahwa jika hukum didefinisikan antara lain sebagai seperangkat aturan, maka perbandingan hukum atau hukum perbandingan tidak mempunyai perangkat aturan-aturan itu. Metode untuk membanding-bandingkan peraturan hukum dari bermacam-macam sistem hukum, tidak membawa akibat terjadinya rumusan peraturan yang berdiri sendiri, dengan kata lain tidak ada yang disebut “peraturan hukum perbandingan.” Ciri dasar dari metode perbandingan ini adalah bahwa ia dapat diterapkan terhadap penelitian mengenai bidang hukum tertentu.
Perbandingan hukum, dapat dibedakan antara :
a.perbandingan hukum deskriptif (menggambarkan), yaitu suatu analisis terhadap perbedaan-perbedaan yang ada dari dua atau lebih sistem hukum. Peneliti tidak mempunyai maksud untuk mencari jalan keluar (solusi) terhadap persoalan tertentu, baik dalam hal yang abstrak maupun hal yang praktis;
b.perbandingan hukum aplikatif (terapan), yaitu analisis yang dilakukan kemudian diikuti dengan penyusunan sintesis untuk memecahkan suatu masalah. Hal ini dilakukan antara lain untuk melakukan pembaruan suatu cabang hukum atau untuk mempersatukan bermacam-macam peraturan perundang-undangan yang mengatur bidang yang sama.
Jika perbandingan ini kita terapkan pada hukum tatanegara, maka melalui metode ini dilakukan perbandingan terhadap hukum tatanegara dari dua negara atau lebih dengan maksud:
1)memperoleh penjelasan mengenai sesuatu hal tertentu atau 2) untuk mencari jalan keluar tentang sesuatu hal tertentu. Metode perbandingan membawa kita ke arah usaha memperoleh informasi, kejelasan mengenai sistem pemerintahan negara yang diperbandingkan serta jalan keluar dari persoalan yang hampir sama.
2.PENGERTIAN ILMU PERBANDINGAN HUKUM TATA NEGARA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ILMU HUKUM TATA NEGARA DAN ILMU NEGARA
Ketiga ilmu ini mempunyai obyek yang sama, yaitu negara. Pertanyaannya adalah, dimanakan letak perbedaan antara Ilmu Perbandingan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Hukum Tata Negara dan Ilmu Negara? Jawabannya adalah meskipun obyek penyelidikan ketiga ilmu pengetahuan tersebut sama, namun disamping tugas yang berbeda, ketiga ilmu tersebut meninjau gejala-gejala negara dari sudut yang berlain-lainan.
Obyek ilmu hukum tata negara adalah negara tertentu, khususnya hanya mengenai susunan hukum tata negaranya (het staatsrechtelijk bestel). Sehingga dapatlah dimengerti mengapa biasanya ilmu hukum tata negara dimulai dalam bentuk pemberian komentar, yaitu menafsirkan kaidah-kaidah hukum berdasarkan tata-urutannya dan penyelidikannya hanya terbatas pada negara tertentu saja.
Obyek ilmu perbandingan hukum tata negara adalah bermacam-macam bentuk atau sistem ketatanegaraan, ciri-ciri khusus apakah yang melekat padanya, hal-hal apakah yang menimbulkannya, dengan jalan apakah hal-hal tersebut berubah, hilang dan sebagainya, yang dapat diketahui dengan cara menganalisis secara metodis dan menetapkannya secara sistematis.
Obyek ilmu negara adalah ciri-ciri dan sifat-sifat umum dari negara, dengan maksud mempersatukan dalam suatu komplek tertentu.
Tugas ilmu perbandingan hukum tata negara menurut Kranenburg, adalah untuk menganalisis secara metodis dan menetapkan secara sistematis bermacam-macam bentuk atau sistem ketatanegaraan, ciri-ciri khusus apakah yang melekat padanya, hal-hal apakah yang menimbulkannya, dengan jalan apakah hal-hal itu berubah, hilang dan lain sebagainya.
Terdapat hubungan yang erat antara ilmu perbandingan hukum tata negara, ilmu hukum tata negara dan ilmu negara:
a.Ilmu negara dengan ilmu perbandingan hukum tata negara: bahwa antara negara yang satu dengan negara yang lain terdapat persamaan maupun perbedaan, adanya bermacam-macam bentuk ketatanegaraan atau sistem ketatanegaraan yang menjadi pokok penyelidikan ilmu perbandingan hukum tata negara adalah juga suatu masalah yang menjadi bidang ilmu negara. Di lain pihak, timbulnya mata pelajaran baru yaitu ilmu perbandingan hukum tatanegara, dapat digambarkan sebagai pertumbuhan dari komplek problema khusus ilmu negara;
b.Ilmu hukum tata negara positif dengan ilmu perbandingan hukum tata negara: dalam mempelajari ilmu hukum tata negara positif, seringkali kita tidak dapat melepaskan diri dari penggunaan perbandingan-perbandingan dengan hukum tata negara lainnya. Metode perbandingan yang dipergunakan oleh hukum tata negara hanya dijadikan sebagai sebuah alat dan bukan merupakan tujuan.
CF. Strong dalam “Modern Political Cosntitution” adalah yang menempatkan ilmu perbandingan hukum tata negara sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri dan mempergunakan metode perbandingan sebagai sebuah tujuan.
Ilmu perbandingan hukum tata negara menurut Kranenburg adalah suatu ilmu pengetahuan yang dengan mempergunakan hasil-hasil ilmu negara umum, melakukan pengumpulan dan melakukan penyusunan bahan-bahan tersebut secara metodis dan sistematis untuk kemudian menganalisisnya.
Menurut Sri Soemantri Martosoewignjo, ilmu perbandingan hukum tata negara adalah suatu cabang ilmu hukum yang dengan mempergunakan metode perbandingan berusaha membanding-bandingkan satu atau beberapa aspek hukum tata negara dari dua negara atau lebih.
3.FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN ADANYA BERMACAM-MACAM BENTUK ATAU SISTEM KETATANEGARAAN
Persamaan dan perbedaan negara-negara di dunia dapat dilihat dari: sistem pemerintahannya (parlementer, presidentil, quasi parlementer/presidentil, diktatur); bentuk negaranya (serikat, kesatuan, persatuan); bentuk pemerintahannya (republik, kerajaan: absolut/berkonstitusi); sistem badan perwakilan rakyatnya (satu kamar, dua kamar).
Faktor-faktor yang menyebabkan adanya bermacam-macam bentuk atau sistem ketatanegaraan menurut Kranenburg, adalah disebabkan adanya syarat-syarat/faktor-faktor baik yang bersifat umum (syarat/faktor yang terdapat pada semua negara) maupun syarat-syarat/faktor-faktor yang bersifat khusus (syarat/faktor yang terdapat pada satu negara saja).
Yang termasuk dalam syarat-syarat/faktor-fkator yang bersifat umum, antara lain adalah :
a.adanya ancaman yang datang dari luar, yaitu ancaman kelompok di luar negara, misalnya perang, maupun bentuk-bentuk lainnya. Sebagai konsekuensinya, maka setiap masyarakat negara harus mengorganisir dirinya, yang berarti juga harus ditempuhnya bermacam-macam cara atau sistem berorganisasi dalam setiap masyarakat negara;
b.adanya ancaman yang datang dari dalam negara itu sendiri, sebagai akibat setiap masyarakat negara terdiri dari manusia yang mempunyai bermacam-macam kepentingan sehingga diantara mereka bisa timbul persoalan-persoalan, misalnya tindakan main hakim sendiri (eigen richting). Keadaan ini menyebabkan harus dilakukannya pengaturan sedemikian rupa, sehingga tindakan main hakim sendiri tersebut dilarang;
c.adanya pengetahuan (kennis) yang berkembang secara berangsur-angsur atau tumbuhnya pengalaman dengan cara teratur, yang melekat pada diri manusia sendiri, dimana manusia diberi akal dan rasa sehingga timbullah kemajuan di bidang ilmu pengetahuan pengetahuan, teknologi yang akan menyebabkan pula tumbuhnya kemajuan di bidang kebudayaan dan selanjutnya menyebabkan pula terjadinya kemajuan di bidang organisasi.
Yang termasuk dalam syarat-syarat/faktor-faktor yang bersifat khusus, antara lain adalah :
a.Letak geografi suatu wilayah negara, berupa kepulauan, pegunungan, benua atau daratan menyebabkan syarat/faktor yang bersifat umum bekerja dengan bermacam-macam cara dan bentuk, misalnya berpengaruh terhadap penentuan sistem pertahanan negara, atau kemungkinan-kemungkinan adaptasi sebuah negara misalnya Indonesia karena secara geografis terletak di persimpangan jalan negara-negara, sistem pemerintahannya terpengaruh dari sistem parlementer Inggris dan presidentil Amerika Serikat;
b.Sifat-sifat sesuatu masyarakat bangsa (volkskarakter). Sifat atau watak suatu bangsa sebagai kumpulan manusia mungkin dipengaruhi oleh iklim atau sesuatu yang lain. Dalam hal ini kita melihat adanya pola-pola yang aktif pada suatu bangsa: bangsa yang tidak mudah patah semangat; pola-pola yang kurang aktif pada suatu bangsa: bangsa yang mempunyai sifat-sifat malas, penakut atau melihat segala sesuatu ingin dengan cara mudah (cenderung menempuh sistem despotis);
c.Paham/doktrin politik yang dianut oleh masyarakat negara, misalnya liberalisme dan komunisme.
4.BEBERAPA DERAJAT ILMU PENGETAHUAN DAN KEDUDUKAN ILMU PERBANDINGAN HUKUM TATA NEGARA
Ditinjau dari tujuannya, maka kita dapat menggolongkan ilmu pengetahuan dalam :
a.Ilmu pengetahuan yang hanya berusaha mendapatkan kebenaran saja, terlepas dari apakah hal itu memberikan kebahagiaan yang merata bagi Indonesia;
b.Ilmu pengetahuan yang disamping berusaha mendapatkan kebenaran, sekaligus juga mencapai kebahagiaan manusia secara merata;
c.Ilmu pengetahuan yang dalam tingkat pertama hanya mencapai atau mendapatkan atau mendekati kebenaran, akan tetapi pada tingkat selanjutnya ternyata memberikan kebahagiaan yang merata bagi umat manusia.
Nasroen mengemukakan adanya 3 (tiga) macam derajat ilmu pengetahuan, yaitu :
a.Beschrijvend wetenschap, yaitu ilmu pengetahuan yang tugasnya hanya menggambarkan saja;
b.Verklarend wetenschap, yaitu ilmu pengetahuan yang tugasnya menyelidiki sebab musabab sesuatu atau menjelaskan; dan
c.Waarderend wetenschap, yaitu ilmu pengetahuan yang tugasnya memberi nilai dan dapat memberi pedoman menuju sesuatu yang sempurna. Dalam pemberian nilai ini, terbuka kemungkinan ke arah mana sesuatu itu akan dibawa dan diarahkan.
Termasuk golongan manakah atau derajat yang manakah ilmu perbandingan hukum tata negara?
Kranenburg mengatakan bahwa ilmu perbandingan hukum tata negara adalah ilmu ilmu pengetahuan yang memberikan penjelasan atau menyelidiki sebab musabab sesuatu (verklarend wetenschap) dan upaya pengembangan ke arah tersebut, sangat memerlukan pula baik secara paralel atau tidak, pengembangan ilmu negara umum dan ajaran hukum umum (de algemene rechtsleer) menjadi suatu syarat mutlak.
Nasroen berpendapat bahwa ilmu perbandingan pemerintahan/negara harus merupakan suatu ilmu pengetahuan yang memberi nilai (waarderend wetenschap), ia harus sanggup menentukan secara obyektif bagaimanakah pemerintah/negara itu seharusnya, antara lain yaitu pemerintah/negara yang memberikan manfaat sebaik-baiknya bagi masyarakatnya dan inilah yang merupakan ukuran dalam melakukan perbandingan antar negara/pemerintah.
Pendapat Nasroen di atas jika dihubungkan dengan ilmu perbandingan tata negara, maka ilmu ini bertugas untuk mendapatkan negara yang seharusnya atau negara yang dicita-citakan (staats idee), yang akan berlaku dimana-mana.
Bagaimanapun obyektifnya penyelidikan dilakukan, oleh karena terletak pada bidang nilai, pada akhirnya hal itu tidak terlepas dari subyektivitas orang yang mengemukakan negara yang dicita-citakan (idee negara) tersebut, apalagi jika masalah tersebut kita tinjau dari kemungkinan pelaksanaannya yang kemungkinan mustahil terjadi. Oleh karena, misalnya kita akan menjumpai kenyataan misalnya adanya letak geografi yang tidak sama, sifat-sifat bangsa yang beraneka ragam, paham politik yang tidak sama, yang memperkuat pendapat tidak mungkinnya diketemukan idee negara yang benar-benar idee negara.
Sri Soemantri Martosoewigjo tidak sependapat dengan Nasroen yang mengatakan bahwa ilmu perbandingan tata negara adalah ilmu pengetahuan yang memberi nilai, dan Sri Soemantri Martosoewignjo memandang pendapat Kranenburg lebih tepat yaitu yang mengatakan bahwa ilmu perbandingan hukum tata negara adalah ilmu pengetahuan yang tugasnya mencari atau menyelidiki sebab musabab atau menjelaskan sesuatu (verklarend wetenschap).
5.STRUKTUR KETATANEGARAAN PADA UMUMNYA
Struktur ketatanegaraan suatu negara, pada umumnya meliputi 2 (dua) hal, yaitu :
a.Supra struktur politik, yaitu segala sesuatu yang bersangkutan dengan apa yang disebut alat-alat perlengkapan negara, termasuk segala hal yang berhubungan dengannya, antara lain mengenai kedudukannya, kekuasaan dan wewenangnya, tugasnya, pembentukannya serta hubungan antara alat-alat perlengkapan itu satu sama lain, yang pada umumnya diatur dalam kontitusi atau undang-undang dasar suatu negara; dan
b.Infra struktur politik, yaitu struktur politik yang berada di bawah permukaan, yang meliputi 5 (lima) komponen, yaitu komponen partai politik, golongan kepentingan (interest group), alat komunikasi politik, golongan penekan (pressure group) dan tokoh politik (political figure). Oleh karena pemilihan umum menentukan pula kehidupan kepartaian, termasuk sistem kepartaiannya, maka ia masuk kedalam infra struktur politik.
Antara supra struktur politik dengan infra struktur politik terdapat hubungan timbal balik, dalam arti bahwa supra struktur politik dapat mengatur segala sesuatu yang bersangkutan dengan infra struktur politik, sedangkan infra struktur politik dapat mempengaruhi serta menentukan berjalannya supra struktur politik.
Menurut S.L.Witman dan J.J.Wuest, struktur ketatanegaraan itu mempunyai bermacam-macam perlengkapan (the agents and a tool of government), yaitu: the constitution, the electorate, the political parties, the legislature, the executive, the judiciary, the intergovernmental relationships dan the local government.
Menurut S.L.Witman dan J.J. Wuest, sebagai pelaksanaan asas demokrasi pada setiap negara, maka rakyat melalui lembaga pemilihan umum (electorate) memilih wakil-wakilnya untuk duduk dalam konstituante dan lembaga perwakilan rakyat (legislature). Setelah konstuante terbentuk, lalu bersidang untuk menetapkan suatu konstitusi atau undang-undang dasar yang akan mengatur antara lain lembaga legislatif, lembaga eksekutif, lembaga peradilan dan sebagainya. Partai politik mempunyai peranan penting dalam menyalurkan pendapat rakyat dalam menentukan/memilih wakil-wakil rakyat dalam kedua lembaga tersebut. Konstitusi juga menentukan sistem ketatanegaraan yang dianut dalam suatu negara, baik mengenai sistem pemerintahannya, sistem desentralisasinya, bentuk negaranya dan lain sebagainya. Setelah konstutusi ditetapkan berlaku dalam suatu negara, maka setiap warganegara harus taat pada undang-undang dasarnya.
6.POLA KETATANEGARAAN C.F.STRONG
Pola ketatanegaraan yang dikemukakan oleh Plato dan Aristoteles adalah setiap negara bergerak melalui apa yang dinamakan cycle of revolution, yaitu :
a.setiap negara mula-mula dikuasai oleh hanya seorang saja (the rule of man) yang disebut monarchy;
b.bahwa namun kemudian, ada saatnya dimana orang yang mempunyai sifat-sifat yang baik untuk memegang kekuasaan sudah tidak ada dan akhirnya digantikan oleh orang yang lebih mementingkan kekuasaan daripada kepentingan rakyatnya (tyranny/despotism);
c.selanjutnya si tiran atau despoot tersebut akhirnya menghadapi suatu tantangan serta oposisi dari suatu kelompok orang yang mempunyai sifat-sifat baik dan ingin memperbaiki kehidupan rakyatnya yang disebut aristokrasi;
d.saatnya semangat artistokrasi hilang dan muncullah sekelompok orang yang menjalankan kekuasaan secara sewenang-wenang untuk kepentingan kelompok itu sendiri dan terjadi korupsi dikalangan penguasa tersebut (oligarchy);
e.akhirnya rakyat sangat marah dan menentang dan menggulingkan penguasa korup tadi dan muncullah pemerintahan yang disebut demokrasi, yaitu pemerintahan oleh banyak orang;
f.pada akhirnya cycle of revolution ini dipatahkan dengan tipe pemerintahan yang disebut polity.
Pola ketatanegaraan tersebut digambarkan oleh Plato sebagai berikut :
TYPE OF CONSTITUTION
GOOD OR TRUE FORM
BAD OR PERVERTED FORM
Government of One
Monarchy or Royalty
Tyrani or Despotism
Government of The Few
Aristocracy
Oligarchy
Government of The Many
Polity
Democracy
Menurut C.F. Strong, dalam kondisi saat ini pola ketatanegaraan Aristoteles tersebut dipastikan tidak mempunyai daya tetap. Sehingga ia mencari klasifikasi lain dengan cara mencari ciri atau tanda yang bersamaan pada negara-negara modern, yang pada asasnya mempunyai 3 (tiga) macam kekuasaan: organ kekuasaan legislatif, organ kekuasaan eksekutif dan organ kekuasaan judisiil.
Berdasarkan sugesti dan saran-saran dari Lord Bryce, Edward Jenks dan Sir J.A.Marriott, C.F. Strong mengemukakan pola-pola ketatanegaraannya, yaitu :
a.The nature of the state to which the constitution applies;
b.The nature of the constitution itself;
c.The nature of the legislature;
d.The nature of the executive;
e.The nature of the judiciary.
Menurut C.F.Strong, dilihat dari segi hakekat negara, negara-negara modern dapat dikelompokkan ke dalam 2 (dua) kelas besar, yaitu: negara kesatuan dan negara serikat/federal.
Negara kesatuan adalah suatu negara yang:
a.berada di bawah satu pemerintahan pusat;
b.mempunyai wewenang sepenuhnya di dalam wilayah negara tersebut;
c.Bagian-bagian negara tidak mempunyai kekuasaan asli, melainkan diperoleh dari pemerintah pusat.
Dicey mengatakah bahwa yang dimaksud dengan unitarianism adalah the habitual exercise of supreme legislative authority by one central power. Dengan demikian, walaupun kepada bagian-bagian negara diberikan otonomi yang luas, tapi sama sekali tidak mempunyai wewenang apalagi kekuasaan untuk mengurangi kekuasaan pemerintah pusat. Sebaliknya, pemerintah pusat dapat saja mengatur dan menentukan sampai seberapa luaskah wewenang yang diberikan kepada daerah-daerah otonom.
Jika dilihat dari sudut kedaulatan, maka kedaulatan dalam negara bagian tidak dapat dibagi-bagi. Adanya pelimpahan wewenang dari pemerintahan pusat kepada daerah-daerah otonom bukanlah karena hal itu ditetapkan dalam konstitusinya, melainkan karena masalah tersebut adalah merupakan hakekat dari negara kesatuan.
Menurut C.F.Strong, terdapat 2 (dua) ciri yang bersifat esensiil yang ada pada suatu negara kesatuan, yaitu:
a.adanya supremasi lembaga perwakilan rakyat pusat (parliament);
b.tidak adanya badan-badan bawahan yang mempunyai kedaulatan (the absence of subsidiary sovereign bodies).
Negara serikat/federal menurut C.F.Strong adalah suatu negara dimana terdapat 2 (dua) atau lebih negara atau lebih yang sederajat, bersatu karena tujuan-tujuan tertentu yang sama.
Dicey mengemukakan bahwa “a federal state is a political contrivance intended to reconcile national unity and power with the maintenance of state rights.”
Dalam negara federal, negara-negara yang bergabung atau yang disebut negara bagian mempunyai kedudukan yang kuat, namun sebagian dari kekuasaannya diserahkan kepada negara federal. Kekuasaan yang ada pada negara federal dibatasi oleh kekuasaan yang terdapat pada negara-negara yang bergabung, ini berarti adanya perbedaan antara kekuasaan pemerintahan federal dan pemerintahan negara-negara bagian yang sangat rentan terhadap timbulnya konflik antara keduanya. Untuk menghindarinya, pembagian kekuasaan antara keduanya harus diatur secara tegas dan jelas yang dituangkan dalam sebuah konstitusi. Sehingga konstitusi dalam suatu negara federal dapat disamakan dengan perjanjian atau bersifat seabgai perjanjian (treaty) yang harus ditaati oleh negara-negara bagian.
Jadi ciri atau sifat negara federal adalah :
a.adanya supremasi konstitusi yang menjadikan federasi itu terwujud;
b.adanya pembagian kekuasaan antara negara federal dan negara-negara bagian;
c.adanya suatu lembaga yang diberi wewenang untuk menyelesaikan suatu perselisihan antara pemerintah federal dan pemerintah negara-negara bagian.
Tiap-tiap federalisme mempunyai akar masa lalu, yang ditentukan oleh proses sejarah masing-masing bangsa, sehingga yang terjadi adalah timbul bermacam-macam federalisme :
a.confederation/staatenbund, dimana negara federal tidak mempunyai kekuasaan yang sesungguhnya (real power);
b.negara-negara yang bergabung menginginkan adanya kedaulatan nasional, dimana negara negara sebagai keseluruhanlah yang mempunyai kedaulatan;
c.negara-negara dalam negara federal tidak mengingingkan persatuan, namun masing-masing negara bagian tersebut tidak mau bersatu (though the federating units desiring union, they do not desire unity).
Mengenai cara membagi kekuasaan antara negara federal dengan negara-negara bagian, terdapat 2 (dua) cara yaitu :
a.kekuasaan yang diserahkan oleh negara-negara bagian kepada negara federal ditetapkan secara limitatif dalam konstitusi negara federal. Disini terjadi perkuatan kedudukan negara federal dibandingkan dengan negara-negara bagian, contoh Kanada yang oleh C.F. Strong disebut sebagai less federal; dan
b.kekuasaan yang diserahkan kepada pemerintah negara-negara bagian dan kekuasaan lainnya (the reserve power) ada pada negara federal, ditetapkan secara llimitatif dalam konstitusi. Disini terjadi perkuatan kedudukan negara-negara bagian dibandingkan dengan negara federal dan diharapkan terjadi pengawasan terhadap kekuasaan pemerintah federal dalam hubungannya dengan kekuasaan negara-negara bagian (to check the power of the federal authority as against the federating units).
Dengan adanya pembagian kekuasaan antara negara federal dan negara-negara bagian ini mengandung arti bahwa Lembaga Perwakilan Rakyat masing-masing tidak menjadi lebih tinggi dari yang lain, karena telah diikat oleh konstitusi yang merupakan treaty. Siapa yang menilai adanya pelanggaran terhadap konstitusi? Di Amerika Serikat, perselisihan mengenai hal tersebut diserahkan kepada kekuasaan Mahkamah Agung, sedangkan di Swiss diserahkan kepada Lembaga Perwakilan Rakyat Federal (The Federal Assembly).
6.1.HAKEKAT KONSTITUSI
Istilah konstitusi pada umumnya dipergunakan paling sedikit dalam 2 (dua) pengertian :
a.menggambarkan keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara, yaitu berupa kumpulan peraturan yang membentuk, mengatur atau memerintah negara; ada yang tertulis sebagai keputusan badan yang berwenang dan ada yang tidak tertulis berupa “usages, understandings, customs atau convention”. Meskipun tidak merupakan undang-undang, bukan berarti kurang efektif dalam mengatur negara;
b.merupakan menggambarkan campuran antara ketentuan tertulis dan tidak tertulis, contoh: Kerajaan Inggris dengan common law system-nya.
Dalam perkembangannya, konstitusi mempunyai 2 (dua) pengertian :
a.dalam pengertian sempit, konstitusi tidak menggambarkan keseluruhan kumpulan peraturan, baik yang tertulis dan yang tidak tertulis (legal dan non-legal), melainkan yang dituangkan dalam suatu dokumen tertentu. Contoh: Amerika Serikat. Menurut Lord Bryce, konstitusi adalah “a frame of political society, organized through and by the law, that is to say, one in which law has established permanent institutions with recognized functions and definite rights”
b.dalam pengertian luas, menurut Bolingbroke, adalah assemblage of laws, institutions and customs yang diambil dari certain fixed principles of reason. Dan menurut C.F.Strong, konstitusi dapat diketemukan dalam sebuah dokumen yang dapat diubah sesuai dengan perkembangan waktu, akan tetapi dapat pula berupa “a bundle of separate laws” yang diberi otoritas sebagai hukum tata negara.
Menurut Maurice Duverger, tidak jarang terdapat jurang antara apa yang ditetapkan didalamnya dengan kenyataannya/pelaksanaannya, sehingga seringkali konstitusi hanya dijadikan sebagai tirai bagi penguasa. Dalam kaitan inilah, C.F. Strong mengemukakan bahwa untuk disebut sebagai konstitusi, maka harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a.how the various agencies are organized;
b.what power is entrusted to those agencies;
c.in what manner such power is to be exercised.
Konstitusi menurut K.C.Wheare dapat digolongkan ke dalam :
a.Written constitution dan unwritten constitution, yang dalam kenyataannya tidak diketemukan lagi dalam negara-negara di dunia saat ini, sehingga pembagian berdasarkan hal ini tidak dapat dipertahankan lagi;
Documentary constitution dan non-documentary constitution. Documentary constitution mengandung arti bahwa dituangkan dalam suatu dokumen tertentu seperti yang dilakukan oleh para pembentuk konstitusi di Amerika Serikat. Non-documentary constitution, konstitusi yang tidak dituangkan dalam suatu dokumen tertentu, tetapi dalam banyak bentuk peraturan seperti Kerajaan Inggris. Penggolongan konstitusi ke dalam documentary constitution dan non-documentary constitution, paralel dengan pengertian konstitusi berturut-turut dalam arti sempit dan dalam arti luas;
b.Flexible constitution dan rigid constitution, yang dikemukakan oleh Lord Bryce, yaitu berdasarkan pada cara-cara konstitusi itu diubah atau dengan jalan bagaimanakah suatu konstitusi itu dapat diubah. Digolongkan kedalam flexible constitution, apabila dapat diubah melalui proses yang sama dengan undang-undang, yaitu dengan cara yang tidak terlalu sulit, misalnya dengan sistem suara terbanyak mutlak. Sedangkan digolongkan ke dalam rigid constitution, jika perubahan konstitusi dilakukan melalui cara-cara yang khusus (special process).
Pembagian ke dalam rigid dan flexible constitution ternyata menimbulkan persoalan juga :
a.Sampai seberapa jauhkah suatu konstitusi dapat digolongkan rigid dan lain flexible ?;
b.Manakah yang benar-benar dapat digolongkan ke dalam konstitusi rigid? K.C.Wheare mengemukakan, bahwa hal itu tergantung pada jumlah penghalang dan besar-kecilnya penghalang tersebut. Jika suatu konstitusi berisi penghalang-penghalang formil (legal obstacles) untuk mengubahnya, maka ia adalah rigid constitution (Amerika Serikat, Australia, Denmark, Swiss, Norwegia, Perancis); oleh karena sangat sulit diubah dan memang jarang diubah dan jika sebaliknya maka merupakan flexible constitution (Inggris dan Selandia Baru).
Menurut C.F.Strong, terdapat 4 (empat) perbedaan cara yang dilakukan negara-negara dalam melakukan perubahan terhadap undang-undangnya :
a.By the ordinary, legislature, but under certain restrictions, yang dapat dilakukan melalui 3 (tiga) macam jalan: Pertama, Lembaga Perwakilan Rakyat yang ada (the ordinary legislature) dalam sidang-sidangnya harus dihadiri oleh paling sedikit dua pertiga atau empat perlima dari seluruh anggota (fixed quorum of members), serta keputusan perubahan tersebut sah apabila usul perubahan tersebut disetujui oleh suara terbanyak yang ditentukan (dua pertiga, empat per lima, setengah + 1, dsb), dianut oleh Indonesia; Kedua, sebelum perubahan dilakukan, Lembaga Perwakilan Rakyat dibubarkan, kemudian diadakan pemilihan umum yang baru dan Lembaga Perwakilan Rakyat yang baru inilah yang kemudian akan bertindak sebagai konstituante untuk mengubah konstitusi, dianut oleh Belgia, Norwegia dan Swedia; Ketiga, dalam bicameral system, 2 (dua) Lembaga Perwakilan Rakyat harus melakukan sidang gabungan sebagai suatu badan, yang keputusannya sah apabila disetujui dengan suara terbanyak (bisa mutlak dan bisa yang ditentukan) dari anggota-anggotanya;
b.By the people through a referendum; apabila perubahan konstitusi memerlukan adanya pendapat langsung dari rakyat yang diminta melalui referendum, plebisit atau popular vote (dianut oleh Perancis);
c.By a majority of all units of a federal state; yang berlaku hanya di negara federal, karena pembentukan negara federal tersebut dilakukan oleh negara-negara yang membentuk dan konstitusinya merupakan semacam perjanjian (treaty), sehingga perubahan terhadap konstitusi memerlukan adanya persetujuan negara-negara bagian;
d.By a special convention; mengubah konstitusi mengharuskan dibentukanya suatu badan khusus yang dibentuk untuk itu.
6.2.HAKEKAT KEKUASAAN LEGISLATIF
Sebagai badan yang pada umumnya menetapkan hukum tertulis, legislatif memberi garis pedoman yang harus dilaksanakan oleh badan-badan lain seperti eksekutif dan yudikatif.
Menurut C.F.Strong, pengklasifikasian menjadi negara yang menganut sistem satu kamar dan dua kamar tidak tepat dan tidak riil, karena jika klasifikasi ini kita pergunakan, maka kita akan mengelompokkan negara-negara dunia ini dalam negara-negara yang mempunyai sistem satu kamar dan dua kamar, hal ini akan menyamakan negara atau negara-negara yang tidak melakukan pemilihan anggota badan perwakilan rakyatnya menjadi satu dengan negara atau negara-negara yang memilih anggota badan perwakilan rakyatnya dalam suatu pemilihan umum. Sehingga ia berpendapat akan lebih baik jika pengklasifikasian tersebut didasarkan pada: dengan jalan bagaimanakah badan perwakilan rakyat masing-masing negara itu dibentuk, sehingga pola negara dapat dibagi dalam :
a.Sistem pemilihan dimana anggota-anggota Lower House duduk didalamnya. a.1) Apakah macam pemilihannya (kind of franchise): Pertama, pemilihan dilakukan secara umum (adult suffrage) yaitu hak untuk melakukan pemilihan baik pasif maupun aktif yang diberikan kepada seseorang yang telah mencapai usia tertentu. Kedua, tidak secara umum (manhood suffrage), baik hak pilih pasif maupun aktif hanya diberikan kepada semua laki-laki yang telah mencapai usia tertentu. a.2) persoalan yang berhubungan dengan daerah pemilihan (kind of constituency);
Kita mengenal adanya beberapa sistem pemilihan, yaitu : a) sistem proporsional (the simply majority system with second with second ballot and proportional representation), dan b) sistem distrik (the simple majority single ballot system).
b.The second chamber atau Upper House, yang terbentuk oleh karena beberapa faktor, antara lain adalah sejarah lembaga tersebut dan terbentuk oleh karena bentuk negara federal/serikat.
6.2.HAKEKAT KEKUASAAN EKSEKUTIF
C.F.Strong mengemukakan adalah suatu keharusan bahwa dalam setiap negara yang mengatur asas-asas demokrasi, kepada lembaga eksekutif harus dilakukan pengawasan serta pembatasan, dengan demikian lembaga eksekutif harus mempertanggungjawabkan kekuasaannya kepada rakyat. Ia membagi hakekat kekuasaan eksekutif ini atas dua hal :
a.adanya pertanggungjawaban Badan Eksekutif kepada Badan Legislatif/Parlemen, dimana badan legislatif ini dapat menjatuhkan pihak eksekutif apabila mendapat mosi tidak percaya;
b.Badan eksekutif mendapat pengawasan dalam bentuk lain, misalnya adanya pemilihan presiden secara periodik. Sehingga berdasarkan klasifikasi ini, dapat dibagi negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer (The Parliamentary Executive System) dan presidentiil (The Non-parliamentary Executive System)
6.3.HAKEKAT KEKUASAAN PERADILAN
C.F.Strong mengklasifikasi kekuasaan peradilan atas dasar hubungan antara kekuasaan peradilan dengan kekuasaan pemerintahan (the connection of the judiciary with the executive) :
a.Common Law States, in which the executive, being subject to the operation of the rule of law; dan
b.Prerogatives States, in which the executive is protected by a special system of administrative law.