“USAHA STRATEGIS MENSUKSESKAN PESTA DEMOKRASI 2014”
Oleh: SUMERAH
Pemimpin adalah motornya Negara, sedangkan Undang-Undang
ialah sebagai mesinnya, tapi motor itu tidak bisa jalan tanpa bensin, sehingga
bensin kita sepakati sebaagai usaha sosialisasi tentu disini saya maksudkan
adalah pendidikan politik (politic education), dan satu sisi yang tidak
boleh dilupakan agar komponen ini bisa berjalan dengan lancar dibutuhkan sebuah
ruang gerak (infrastruktur/jalan), tidak lain jalan yang dikehendaki yaitu;
peran masyarakat, karena nilai yang kita anut adalah demokrasi, dimana pemimpin
itu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sehingga jika motor (pemimpin)
bisa ideal dengan kondisi kita, maka seharusnya kita kondisikan/perankan
kondisi tersebut dengan kita sehingga terciptanya kondisi yang saling
menguntungkan (fill each others/keep in touch), peran mnasyrakat disini
adalah salah satu peran strategis mensukseskan pemilihan pemimpin negara ini.
Sebelumnya kita harus pahami dulu
apa “Makna Pemilihan Umum”?. Pemilihan Umum ialah hal yang paling
esensial bagi suatu kehidupan politik yang demokratis adalah sebagai institusi
pergantian dan perebutan kekuasaan yang dilakukan dengan regulasi, norma, dan
etika sehingga sirkulasi elite politik dapat dilakukan secara damai dan
beradab. Lembaga itu adalah produk dari pengalaman sejarah umat manusia dalam
mengelola kekuasaan. Suatu fenomena yang mempunyai daya tarik dan pesona luar
biasa. Siapapun akan amat mudah tergoda untuk tidak hanya berkuasa, tetapi akan
mempertahankan kekuasaan yang dimilikinya. Sedemikian mempesonanya daya tarik
kekuasaan sehingga tataran apa saja kekuasaan tidak akan diserahkan oleh
pemilik kekuasaan tanpa melalui perebutan atau kompetisi. Selain mempesona,
kekuasaan mempunyai daya rusak yang dahsyat. Kekuatan daya rusak kekuasaan
melampaui nilai-nilai yang terkandung dalam ikatan-ikatan etnis, ras, ikatan
persaudaraan, agama dan lainnya. Transformasi dan kompetisi merebutkan
kekuasaan tanpa disertai norma, aturan, dan etika; nilai-nilai dalam ikatan-ikatan
itu seakan tidak berdaya menjinakan kekuasaan. Daya rusak kekuasaan telah lama
diungkap dalam suatu adagium ilmu politik, power tends to corrupt; absolute
power tends to corrupt. PEMILU 2014 adalah pemilu kesebelas dalam
bingkai sistem demokrasi. Pemilu mendatang diharapkan dapat menjadi pelajaran
dan pengalaman berharga untuk membangun suatu institusi yang dapat menjamin
transfer of power dan power competition dapat berjalan secara damai dan
beradab. Untuk itu, PEMILU 2014 harus diatur dalam suatu kerangka
regulasi dan etika yang dapat memberi jaminan agar pemilu tidak saja dapat
berlangsung secara jujur dan adil, tetapi juga dapat menghasilkan wakil-wakil
yang kredibel, akuntabel, dan kapabel serta sanggup menerima kepercayaan dan
kehormatan dari rakyat, dalam mengelola kekuasaan yang dipercayakan kepada
mereka untuk mewujudkan kesejahteraan umum. Agar PEMILU 2014 dapat
menjadi anggeda pelembagaan proses politik yang demokratis, diperlukan
kesungguhan, terutama dari anggota parlemen, untuk tidak terjebak dalam
permainan politik yang oportunistik, khususnya dalam memperjuangkan agenda
subjektif masing-masing. Orientasi sempit dan egoisme politik harus dibuang
jauh-jauh. Kerangka hukum perlu didukung niat politik yang sehat sehingga
regulasi bukan sekedar hasil kompromi politik oportunistik dari
partai-partai besar untuk menjaga kepentingannya. Bila hal itu yang terjadi,
dikhwatirkan hasil pemilu akan memperkuat oligarki politik. Karena itu,
partisipasi masyarakat amat diperlukan. Bahkan, tekanan publik perlu dilakukan
agar kerangka hukum yang merupakan aturan permainan benar-benar menjadi sarana
menghasilkan pemilu yang demokratis. Untuk itu, perlu diberikan beberapa
catatan mengenai perkembangan konsensus politik dari peraturan kepentingan di
parlemen serta saran mengenai regulasi penyelenggaraan pemilu yang akan datang.
Adapun langkah strategis dalam
mensukseskan pemilu 2014 ialah berikut ini; Pertama, diperlukan
penyelenggaraan pemilu yang benar-benar independen. Parsyaratan ini amat
penting bagi terselenggaranya pemilu yang adil dan jujur. Harapan itu tampaknya
memperlihatkan tanda-tanda akan menjadi kenyataan setelah pansus pemilu
menyetujui bahwa kondisi pemilihan umum (KPU) benar-benar menjadi lembaga
independen dan berwewenang penuh dalam menyelenggarakan pemilu. Sekretariat KPU
yang semula mempunyai dua atasan: untuk urusan operasional bertanggung jawab
kepada KPU, telah disatukan dalam struktur yang tidak lagi bersifat dualistik.
Struktur yang sama diterapkan pula ditingkat propinsi serta kabupaten dan kota.
Kedua, kesepakatan mengenai sistem proporsional terbuka,
kesepakatan partai-partai menerima sistem pemilu proporsional terbuka adalah
suatu kemajuan. Sejak semula, sebenarnya argumen kontra terhadap sistem
proporsional terbuka dengan menyatakan sistem ini terlalu rumit gugur dengan
sendirinya. Begitu suatu masyarakat atau bangsa sepakat memilih sistem
demokrasi, saat itu harus menyadari bahwa mewujudkan tatanan politik yang
demokratis itu selain rumit, diperlukan kesabaran melakukan pendidikan politik
bagi rakyat. Sebab, partai politik bukan saja instrumen untuk melakukan
perburuan kekuasaan, tetapi juga institusi yang mempunyai tugas melakukan
pendidikan dan sosialisasi politik kepada masyarakat. Ketiga,
pengawasan terhadap penyelenggaraan pemilu supaya kebih efektif dari pemilu 20014.
Caranya antara lain, agar pengawas pemilu selain terdiri dari aparat penegak
hukum dan KPU, juga melibatkan unsur-unsur masyarakat. Selain itu, perlu
semacam koordinasi diantara lembaga pemantau dan pengawas pemilu sehingga tidak
tumpang tindih. Pengawasan dilakukan terhadap seluruh tahapan kegiatan pemilu.
Tugas lembaga pengawas adalah menampung, menindak lanjuti, membuat penyilidikan
dan memberi saksi terhadap pelanggaran pemilu. Keempat, Money
politics mencegas habis-habisan permainan uang dalam pemilu mendatang amat
penting sekali. Upaya itu amat perlu dilakukan mengingat money politics dewasa
ini telah merebak luas dan mendalam dalam kehidupan pilih memilih pemimpin
mulai dari elite politik sampai dibeberapa organisasi sosial dan kemahasiswaan.
Karena itu, kontrol terhadap dana kampanye harus lebih ketat. Misalnya, Batasan
sumbangan berupa uang, mengonversikan utang dan sumbangan barang dalam bentuk
perhitungan rupiah, dilarang memperoleh bantuan dari sumber asing dan APBN/APBD
lebih-lebih sumber ilegal dan tentu saja hukuman pidana yang tegas dan setimpal
bagi para pelanggarannya. Kelima, pendidikan politik perlu segera
dilakukan baik oleh organisasi masyarakat dan partai politik. Bagaimanapun,
pemilihan mendatang mengandung unsur-unsur baru serta detail-detail yang sangat
perlu diketahui oleh masyarakat. Pendidikan
politik harus lebih di sosialisakan karena, untuk saat ini masyarakat masih
memikirkan keterpopoleran calon dari pada kemampuannya. Dan masyarakat nantinya
tidak mau lagi menerima praktik manoy politk.
Disini kita tidak hanya mengharapkan dari pihak KPU saja yang memberikan
pendidikan politik tetapi bagaimana peran masyarakat umum yang mengetahui untuk
membantu dalam hal ini, begitupun mahasiswa, mahasiswa yang dikenal sebagai
kaum intelektual maka disini mahasiswa harus selalu membantu mengawasi dan
memberikan pendidikan politik tersebut. Dan juga diharapkan kepada
parpol-parpol untuk mengirim kader-kader terbaik mereka untuk di calonkan
menjadi capres, parpol-parpol tidak hanya mengirimkan orang-orang yang dilihat
dari tinggkat kekayaan dan keterpolaritasannya saja namun juga kader-kader yang
berkualitas, berkualitas disini bagaimana seorang ini juga memiliki pengetahuan
yang luas dan jelas dalam bidang ekonomi, politik dan pemerintahan. Semua
kita mengidolakan supaya Negara kita bangkit dari keterpurukan, keterbelakngan
dari masa lalu, semua ada ditangan kita, wujudkan melalui PEMILU 2014
mendatang.
No comments:
Post a Comment